Jakarta (ANTARA) - Ekonom senior Didik J Rachbini sekaligus Rektor Universitas Paramadina mengusulkan perluasan pasar ekspor baru dan peningkatan kesepakatan ekonomi dengan negara-negara lain dalam menghadapi kebijakan tarif impor Amerika Serikat (AS).
Didik yang juga salah satu pendiri Institute for Development of Economics and Finance (Indef) dalam keterangan di Jakarta, Kamis, menuturkan ekspor Indonesia ke Amerika Serikat antara 11-13 persen dari total ekspor ke seluruh dunia, sehingga bagian ini akan terkena dampak langsung dari kebijakan tarif impor Presiden AS Donald Trump.
"Andaikan ke depan ekspor ke AS ini terkena dampak penurunan sekitar 30 persen, maka dampaknya terhadap total ekspor Indonesia sekitar 3-4 persen. Porsi inilah yang harus segera digantikan dengan pasar baru dan kesepakatan baru dengan negara-negara lain, yang juga terkena dampaknya," ujarnya.
Oleh karena itu, lanjut dia, Indonesia sebagai negara besar perlu melakukan konsolidasi politik membuat poros ketiga bersama ASEAN, Asia Timur (Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan), India, dan Amerika Latin (Brasil dan Meksiko).
Selain itu, Didik menuturkan politik luar negeri juga perlu ditumpangi dengan politik perdagangan, yang berorientasi di luar Amerika Serikat, yang mana terdapat 88 persen ekspor Indonesia di sana.
Diplomasi politik ke kawasan-kawasan ASEAN, Asia Timur, India, dan Amerika Latin adalah peluang baru dalam era perang dagang saat ini.
"Penampilan dan langkah politik, diplomasi, diplomasi ekonomi dalam situasi ekonomi terguncang seperti ini perlu dilakukan," tuturnya.
Sementara, dari dalam negeri, Didik mengatakan perlu dilakukan penataan kebijakan ekonomi dengan menjaga ketenangan makro ekonomi, menjaga tingkat inflasi agar kesejahteraan rakyat tidak tergerus, dan menjaga nilai tukar mata uang yang menjadi tanggung jawab Bank Indonesia (BI) agar tidak merosot.
Lebih lanjut, ia menuturkan rencana industrialisasi dan hilirisasi juga tetap dijalankan sesuai rencana untuk memperkuat ekonomi dalam negeri.
Pada Rabu (9/4/2025) sore waktu AS, Donald Trump telah mengumumkan penundaan selama 90 hari atas tarif resiprokal ke berbagai negara mitra dagang, namun tetap menaikkan bea masuk kepada China sebesar 125 persen.
Negara yang rencananya akan dikenakan tarif resiprokal lebih tinggi hanya dikenakan tarif dasar sebesar 10 persen, yang mana untuk baja, aluminium, dan mobil akan sama.
Trump mengatakan sudah ada lebih dari 75 negara yang siap bernegosiasi dengan AS, di sisi lain, pihaknya akan tetap meninjau kemungkinan menaikkan tarif di sektor farmasi.
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia mempersiapkan sejumlah paket negosiasi yang akan dibawa ke perundingan untuk menghadapi kebijakan tarif timbal balik atau resiprokal AS di Washington DC.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai jalur diplomasi dipilih sebagai solusi yang saling menguntungkan tanpa mengambil langkah retaliasi terhadap kebijakan tarif resiprokal tersebut.
Namun, Pemerintah Indonesia akan melakukan pertemuan lebih dulu dengan pimpinan negara-negara ASEAN pada 10 April 2025 untuk menyamakan sikap.
"Indonesia akan mendorong beberapa kesepakatan dan dengan beberapa negara ASEAN, menteri perdagangan juga berkomunikasi selain dengan Malaysia juga dengan Singapura, dengan Kamboja dan yang lain untuk mengalibrasi sikap bersama ASEAN,” ujar Airlangga.
Baca juga: IHSG melesat naik seiring pasar respon positif penundaan tarif Trump
Baca juga: Peluang bertahan Indonesia di era perang dagang AS-China
Baca juga: China naikkan tarif tambahan menjadi 84 persen untuk produk dari AS
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2025