Mataram (ANTARA) - Sekretariat DPRD Bali melakukan studi tiru dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Mataram, Nusa Tenggara Barat, dalam pengelolaan tempat pengolahan sampah terpadu (TPST).
Kepala Bagian Umum Sekretariat DPRD Bali I Kadek Putra Suantara di Mataram, Rabu, mengatakan pengelolaan sampah menggunakan TPST sendiri sebelumnya ada di Bali khususnya Denpasar, namun harus diakui keberhasilan Pemkot Mataram dalam mengelola produk hasil pengolahan.
Berangkat dari sana, sekretariat dewan ingin melihat langkah positif apa yang dilakukan di TPST Sandubaya sehingga berhasil bertahan di tengah banyaknya tempat serupa di Indonesia yang akhirnya mangkrak.
Baca juga: Bali rancang program bedah rumah solusi entaskan kemiskinan
“Kami berkunjung ke sini untuk berbagi ilmu jadi dipetik hasil positif yang ada di Mataram kemudian nanti bisa jadi referensi bagi DPRD Bali dan pemprov sebagai bahan kajian dan menambah pengetahuan juga,” kata Kadek Putra.

Kadek Putra sendiri menyampaikan di Bali sebenarnya sudah diluncurkan beragam kebijakan pengelolaan sampah oleh Pemprov Bali dan DPRD Bali seperti Pergub Bali Nomor 95 Tahun 2018 dan Pergub Bali Nomor 47 Tahun 2019.
Namun faktanya, kebijakan tersebut belum cukup jika tidak didukung masyarakat di hulu mulai dari memilah sampah rumah tangga masing-masing.
“Jadi bagaimana agar masyarakat secara individu bisa mengelola sampah-sampahnya, sehingga tidak semuanya dibawa ke TPST, yang organik bisa diolah kembali dan bermanfaat,” ujarnya.
Baca juga: Aprindo Bali lakukan seleksi ketat pastikan ritel nihil beras oplosan
Kepala Bidang (Kabid) Pengelolaan Sampah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Mataram Vidi Partisan Yuris Gamanjaya merespons bahwa kondisi kurangnya kesadaran di hulu sejatinya masih juga ada di kotanya.
Tetapi beruntung, TPST menjadi salah satu alternatif yang beberapa tahun terakhir perlahan membantu persoalan sampah.
Vidi Partisan berbagi ilmu bahwa kesuksesan mereka konsisten mengolah 50 ton sampah dari 200 ton sampah di Kota Mataram setiap harinya berkat pengelolaan TPST Sandubaya yang dikelola sendiri oleh pemerintah kota.
“Di Denpasar, TPST dikelola pihak ketiga tapi disini semua pemerintah, dalam artian kami yang merencanakan masa dikelola orang lain, jadi kalau ada masalah juga cepat ditangani karena itu aset pemerintah,” ujarnya.
DLH Mataram juga melihat awalnya tantangan mereka pada produk yang harus dihasilkan oleh sampah, dimana jika Denpasar yang dihasilkan adalah RDF dan sulit menghasilkan karena hanya dapat dibeli oleh perusahaan semen di luar Bali.
Tak ingin mempersulit diri, mereka akhirnya mengolah sampah tersebut menjadi pakan maggot dan batako yang dijual ke masyarakat Nusa Tenggara Barat yang didominasi peternak.
“Disini TPST per hari 40-50 ton yang kami olah menjadi pakan maggot dan pupuk organik 24,6 ton dan sisanya untuk batako dan residu, menghasilkan maggot per hari bisa 100 kg dijual Rp6.000/kg,” ujarnya.
Pewarta: Ni Putu Putri Muliantari
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.