Jakarta (ANTARA) - Perlindungan asuransi bagi anak dengan gangguan spektrum autisme (Autism Spectrum Disorder/ASD) hingga kini masih terbatas, bahkan kerap masuk dalam pengecualian polis.
"Autisme bukan penyakit, melainkan kondisi neurodevelopmental yang memengaruhi komunikasi, interaksi, dan perilaku anak. Penanganannya membutuhkan deteksi dini serta terapi jangka panjang dari berbagai disiplin, mulai neurologi, psikologi, terapi wicara, hingga fisioterapi,” kata Sekretaris UKK Neurologi IDAI, dr. Achmad Rafli, SpA Subsp. Neuro, dalam forum diskusi bertema inklusivitas asuransi, di Jakarta.
Kondisi ini menambah beban keluarga yang harus menanggung biaya terapi jangka panjang secara mandiri.
Indonesia Re Institute dalam riset bertajuk “Autism and Juvenile Insurance: Sebuah Tinjauan Medis dan Risiko” mengungkap, belum banyak produk asuransi di Indonesia yang secara eksplisit menjamin layanan diagnosis maupun terapi autisme.
Padahal, data menunjukkan sekitar 2,4 juta anak di Indonesia hidup dengan ASD dan membutuhkan penanganan multidisiplin.
Baca juga: Ketika penyandang autisme menyusun harapan lewat warna
Dalam keterangan resmi Indonesia Re pada Rabu, dr. Achmad menilai keterbatasan cakupan asuransi menyebabkan banyak keluarga menunda terapi karena kendala biaya.
“Kesetaraan akses layanan terapi ASD adalah hak setiap anak,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua I Perhimpunan Dokter Pembiayaan Jaminan Sosial dan Perasuransian Indonesia (Perdokjasi), dr. Emira E. Oepangat, menyoroti dilema etis yang dihadapi industri.
“Di satu sisi, perusahaan harus menjaga keberlanjutan bisnis; di sisi lain, menolak kelompok dengan kebutuhan khusus berpotensi memperlebar kesenjangan perlindungan,” katanya.
Menurut Emira, dibutuhkan regulasi yang jelas serta dukungan lintas sektor agar terapi neurodevelopmental dapat menjadi bagian dari perlindungan yang dijamin.
Kolaborasi pemerintah, regulator, pelaku industri, hingga komunitas medis dinilai penting untuk menghadirkan produk asuransi yang lebih adil dan inklusif. Forum diskusi itu merekomendasikan agar industri perasuransian mulai menjembatani kesenjangan antara kebutuhan masyarakat dengan ketersediaan produk.
Langkah tersebut diharapkan dapat memperkuat ekosistem asuransi nasional sekaligus memberikan dampak sosial bagi keluarga penyandang autisme.
Baca juga: Anemia saat hamil dan risiko autisme pada anak
Baca juga: Paparan gawai sejak dini bisa sebabkan anak terkena autisme virtual
Baca juga: Dokter: Faktor genetik pegang peran penting pada autisme
Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.