Semarang (ANTARA) - Dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro Semarang Zara Yupita Azra dijatuhi hukuman 9 bulan penjara dalam tindak pidana pemerasan terhadap dokter residen junior di lembaga pendidikan itu.
Putusan yang dibacakan Hakim Ketua Muhammad Djohan Arifin dalam sidang di PN Semarang, Rabu, lebih ringan dari tuntutan penuntut umum selama 1,5 tahun penjara.
"Menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 368 Ayat 1 tentang pemerasan secara bersama-sama dan berlanjut," katanya.
Dalam pertimbangannya, hakim menilai terdakwa yang merupakan residen PPDS Anestesi angkatan 76 meminta para residen angkatan 77 untuk membayar iuran yang digunakan untuk berbagai kebutuhan operasional selama menjalani pendidikan.
Iuran yang harus dibayarkan tersebut diperuntukkan bagi berbagai kebutuhan, seperti penyediaan makan prolong hingga membiayai joki tugas residen senior.
Selain itu, terdapat berbagai tugas yang harus dilakukan oleh residen junior akibat adanya sistem hierarki di lingkungan lembaga PPDS anestesi tersebut.
Hakim menilai perbuatan terdakwa tersebut tidak berdasarkan hukum atau sebagai perbuatan melawan hukum.
Hakim menilai terdapat relasi kuasa bersifat hierarki. "Kekuasaan satu pihak atas pihak lainnya," tambahnya.
Menurut dia, terdapat sistem tingkatan antarangkatan yang berlaku turun temurun, serta pemberlakuan pasal dan tata krama anestesi dari senior terhadap junior.
Hakim menilai perbuatan terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang ramah dan terjangkau.
Atas putusan tersebut, baik terdakwa maupun penuntut umum sama-sama menyatakan pikir-pikir.
Baca juga: PPDS Anestesi Undip di RSUP dr Kariadi kembali dibuka
Baca juga: Kemenkes aktifkan kembali PPDS Anestesi di RSHS Bandung
Baca juga: Rektor Undip: Meninggalnya mahasiswi PPDS momentum evaluasi bersama
Pewarta: Immanuel Citra Senjaya
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.