Tanjungpinang (ANTARA) - Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau melestarikan warisan budaya lokal melalui produksi video dokumenter Warisan Budaya Takbenda (WBTb).
Kepala Disbudpar Tanjungpinang Muhammad Nazri menyebut tahun ini pihaknya menggarap video dokumenter WBTb yang merekam upacara adat dan pakaian tradisional Melayu, sebagai bentuk perlindungan serta pemanfaatan objek pemajuan kebudayaan di tingkat kota.
"Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya konkret menjaga nilai-nilai budaya yang hidup dan berkembang dalam masyarakat," kata Nazri di Tanjungpinang, Rabu.
Menurut Nazri WBTb adalah identitas yang tidak kasat mata, namun sangat kuat dalam membentuk karakter suatu daerah. Video dokumenter menjadi sarana penting untuk mentransmisikan nilai itu lintas generasi.
Dokumentasi dimaksud menyasar beberapa objek WBTb khas Tanjungpinang, yakni upacara adat "Lepas Pusat" dan pakaian adat Melayu seperti "Baju Gunting Pahang", "Baju Potong Cina", serta "Cara Berkain Perempuan Melayu".
"Tradisi ini telah lama hidup di tengah masyarakat dan menjadi bagian penting dari jati diri budaya Melayu Tanjungpinang," ujarnya.
Baca juga: Warga Biak antusias ikuti atraksi budaya Snapmor di Pantai Urfu
Kepala Bidang Kebudayaan Disbudpar Tanjungpinang Dewi Sinaga menyampaikan bahwa kegiatan ini tidak hanya berfungsi sebagai dokumentasi, namun bentuk pelayanan publik di bidang kebudayaan.
Dengan adanya video dokumenter ini, masyarakat dapat lebih mudah mengenal dan memahami tradisi mereka sendiri, termasuk prosesi dan makna filosofis dari setiap elemen budaya yang ada.
Ia pun menekankan bahwa pemajuan kebudayaan bukan sekadar tanggung jawab pemerintah, melainkan tanggung jawab kolektif masyarakat.
“Kami ingin mengajak semua pihak bersama-sama menjaga warisan ini, karena ketika budaya hilang, yang hilang bukan hanya tradisi, tapi juga identitas,” katanya.
Sementara, Pamong Budaya Ahli Madya Disbudpar Tanjungpinang Safarudin menyatakan pentingnya pelestarian WBTb dalam konteks kekinian.
“Budaya takbenda seperti ritus dan pakaian adat bersifat luntur bila tidak diikat oleh dokumentasi dan pendidikan, makanya video dokumenter ini menjadi instrumen pelestarian sekaligus pengajaran,” ujarnya
Safarudin melanjutkan mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, WBTb meliputi berbagai objek budaya non-fisik, seperti tradisi lisan, manuskrip, ritus, hingga permainan rakyat. Semuanya merupakan warisan filosofis dan sosial yang diwariskan turun-temurun dalam komunitas.
Tujuan dari program dokumenter ini, lanjutnya, tidak hanya untuk inventarisasi dan publikasi, tetapi menjadi strategi pengamanan dan pemeliharaan budaya. Sasaran utamanya adalah masyarakat Tanjungpinang secara luas, khususnya generasi muda yang menjadi penjaga estafet budaya lokal ke depan.
"Di samping itu, video dokumentar yang dibuat jadi persyaratan khusus untuk pengajuan WBTB yang dipresentasikan pada saat sidang penilaian WBTB oleh Kementerian Kebudayaan untuk setujui dan di SK kan sebagai WBTb Tanjungpinang secara nasional," demikian Nazri.
Baca juga: Menbud dukung upaya pelestarian cagar budaya Gereja Immanuel
Baca juga: Festival Seni Budaya Krisna-Saba perkuat pelestarian adat di Bali
Pewarta: Ogen
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.