Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan menunggu jaksa penuntut umum (JPU) KPK pulang dari Sumatera Utara setelah menjalani persidangan, sebelum memutuskan memanggil Gubernur Sumut Bobby Nasution (BN).
“Saudara BN kapan dilakukan pemanggilan? Ini kami nanti menunggu (Jaksa KPK, red.) pulang dulu,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis.
Diketahui, JPU KPK saat ini sedang berada di Sumut untuk menjalani persidangan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumut, yakni terhadap terdakwa atas nama Muhammad Akhirun Piliang dan Muhammad Rayhan Dulasmi Piliang. Adapun sidang perdana terhadap kedua terdakwa telah berlangsung sejak 17 September 2025.
Selain itu, Asep menjelaskan langkah lembaga antirasuah untuk menunggu diambil setelah majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Medan meminta JPU KPK menghadirkan Bobby Nasution sebagai saksi di persidangan, meskipun selama penyidikan perkara belum pernah dipanggil maupun diperiksa.
“Nanti kami akan tanyakan ke JPU-nya itu seperti apa. Hakim itu apa yang ditanyakan gitu konteksnya. Nanti kami lihat (kebutuhan pemanggilan Bobby Nasution dalam penyidikan, red.) selain dari nanti yang dipanggil di persidangan,” katanya.
Baca juga: Kasus jalan Sumut, KPK periksa tiga jaksa di Kejagung guna efektivitas
Sementara itu, dia memandang permintaan majelis hakim agar JPU KPK menghadirkan Bobby Nasution dalam persidangan terdakwa Akhirun dan Raihan Piliang karena adanya pergeseran anggaran merupakan hal yang wajar.
“Terkait dengan permintaan untuk menghadirkan saksi seperti itu adalah hal yang lumrah ya,” ujarnya.
Sebelumnya, pada 26 Juni 2025, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terkait kasus dugaan korupsi pada proyek pembangunan jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Sumut, dan Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Sumut.
Selanjutnya, pada 28 Juni 2025, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus yang terbagi menjadi dua klaster tersebut, yakni Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting (TOP), Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Gunung Tua Dinas PUPR Sumut merangkap pejabat pembuat komitmen Rasuli Efendi Siregar (RES), PPK di Satker PJN Wilayah I Sumut Heliyanto (HEL), Dirut PT Dalihan Natolu Group M. Akhirun Efendi (KIR), dan Direktur PT Rona Na Mora M. Rayhan Dulasmi Piliang (RAY).
Klaster pertama berkaitan dengan empat proyek pembangunan jalan di lingkungan Dinas PUPR Sumut, sedangkan klaster kedua terkait dua proyek di Satker PJN Wilayah I Sumut. Total nilai enam proyek di dua klaster tersebut sekitar Rp231,8 miliar.
Baca juga: KPK sebut Rektor USU bagian "circle" Bobby Nasution dan Topan Ginting
Baca juga: Ini alasan KPK masih periksa Topan Ginting saat pihak swasta sudah sidang
Untuk peran para tersangka, KPK menduga M. Akhirun Efendi dan M. Rayhan Dulasmi Piliang sebagai pemberi dana suap. Sementara penerima dana di klaster pertama adalah Topan Obaja Putra Ginting dan Rasuli Efendi Siregar, sedangkan di klaster kedua adalah Heliyanto.
Pewarta: Rio Feisal
Editor: Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.