Dino: Perdamaian dengan martabat penyelesaian konflik terbaik

2 months ago 25

Jakarta (ANTARA) - Pendiri organisasi kebijakan luar negeri Indonesia Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Dino Patti Djalal, menilai prinsip perdamaian dengan martabat adalah solusi penyelesaian konflik terbaik.

“Terkadang, bahkan sering kali, solusi terbaik adalah ketika kedua belah pihak berunding dan mencapai kesepakatan damai melalui negosiasi. Saya menjaga martabat saya, dan saya juga menjaga martabat Anda. Kita mencapai perdamaian dengan martabat,” kata Dino dalam seminar bertajuk ‘The Future of Peace Mediation’ di Jakarta, Senin.

Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat periode 2010-2013 itu menyampaikan bahwa pola pikir yang mendominasi banyak konflik saat ini adalah saat salah satu pihak berkata: “Saya akan menang dengan mengalahkanmu, mempermalukanmu, menindasmu, dan menghapus keberadaanmu.”

Meskipun pada sejumlah konflik, solusi militer dapat mengakhiri konflik, namun dia menegaskan bahwa tidak semua konflik dapat diakhiri dengan mengerahkan kekuatan militer.

“Di Sri Lanka, mereka menang. Dalam beberapa konflik lain, ada juga pihak yang menang secara militer. Tapi bagaimana dengan konflik-konflik lainnya? Solusi militer tidak selalu mengakhiri konflik,” ucapnya.

Dino yang juga pernah menjabat sebagai Wakil Menteri Luar Negeri di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menuturkan bahwa perdamaian yang dicapai dengan martabat akan bertahan lebih lama karena masing-masing pihak ingin menjaga perdamaian tersebut demi kepentingan martabat dan harga dirinya.

“Inilah konsep yang sangat kuat. Saya sungguh percaya, tidak akan pernah ada solusi dua negara, tidak akan pernah ada perdamaian antara Israel dan Palestina, kecuali jika prinsip perdamaian dengan martabat diterapkan dalam solusi akhirnya, apapun bentuk atau namanya,” ujar dia.

Lebih lanjut Dino menggarisbawahi bahwa dalam banyak konflik, kemanusiaan sering kali diambil dari cara berpikir yang memunculkan sebuah pola pikir yang membuat seseorang merasa berhak untuk membunuh orang lain karena orang tersebut dianggap sebagai musuh.

“Penderitaanmu dianggap wajar. Bahkan keluargamu yang terluka juga dianggap pantas. Dan inilah yang terjadi di Gaza, kemanusiaan benar-benar diabaikan. 60.000, 70.000 orang terbunuh, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak. Tapi kemanusiaan kita menjadi mati rasa. Seolah-olah mereka bukan manusia,” tutur dia.

Melalui proses perdamaian, lanjutnya, mengembalikan dan menegaskan kembali kemanusiaan. Setelah solusi politik tercapai, maka siklus kekerasan dan kebencian akan terhapus dan dapat kembali melihat sebagai sesama manusia.

Baca juga: JK: Setiap konflik bisa selesai dengan dialog dan tak berakhir perang

Baca juga: Militerisme Israel dan pelajaran bagi Indonesia

Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Primayanti
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |