Beijing (ANTARA) - Delegasi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI melakukan kunjungan kerja ke Beijing, China untuk bertemu dengan sejumlah mitra serta Warga Negara Indonesia (WNI) yang tinggal di Beijing dan sekitarnya, termasuk para mahasiswa.
"Saat ini di mana-mana orang belajar bahasa Mandarin, jadi kesempatan untuk belajar di sini dapat dipergunakan dengan tekun, termasuk belajar ilmu pengetahuan dan teknologinya, mengasah kemampuan lalu tentu bisa pulang untuk bangun negara kita," kata Ketua DPD RI Sultan Bachtiar Najamudin saat pertemuan di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Beijing pada Senin (30/6) malam.
Selain Sultan Najamudin, ikut dalam delegasi tersebut yaitu Wakil Ketua DPD RI Yorrys Raweyai serta para anggota DPD seperti Lis Tabuni, Amaliah, Almira Nabila Fauzi, I Gusti Ngurah Arya Wedakarna, Daud Yordan, Angelius Wake Kako, Larasati Moriska, Maya Rumantir dan Abdullah Manaray. Kunjungan tersebut berlangsung pada 29 Juni - 5 Juli 2025.
Dalam pertemuan dengan WNI di KBRI Beijing, hadir Duta Besar RI untuk Tiongkok dan Mongolia Djauhari Oratmangun, Wakil Kepala Perwakilan RI Beijing Parulian Silalahi, staf dan pegawai KBRI serta sekitar 50 orang mahasiswa maupun WNI yang bekerja di Beijing.
"Mungkin bagi teman-teman mahasiswa yang tidak suka politik Indonesia butuh waktu untuk paham, tapi sistem keparlemenan di Indonesia salah satu yang unik di dunia. Memang yang sering terdengar DPR dan MPR, tapi ada juga DPD yang lebih mewakili daerah masing-masing dan independen, bukan dari partai," ungkap Sultan Najamudin.
Ia mengakui usia DPD masih muda yaitu sejak 2004 berdasarkan semangat Reformasi 1998.
"DPD bekerja kolaboratif untuk memastikan program eksekutif tidak mandek, karena program eksekutif kita sekarang cepat karena hampir tidak ada hambatan, jadi kita 'on the track'," ujarnya.
Dalam diskusi tersebut, sejumlah mahasiswa juga sempat mengajukan pertanyaan, salah satunya adalah Louis, mahasiswa jurusan Hukum di Peking University yang bertanya soal bagaimana mengatasi baik konflik kepentingan maupun praktik korupsi di Indonesia.
Menjawab hal tersebut, Sultan Najamudin mengatakan "check and balance" tetap penting tapi korupsi juga tidak bisa sepenuhnya dihilangkan dalam praktik.
"Korupsi tidak mungkin dihilangkan sampai nol, tapi yang bisa dilakukan adalah mengurangi atau mengantisipasi dengan membuat sistem termasuk fungsi DPD yaitu pengawasan parlemen yang memungkinkan praktik-praktik konflik kepentingan tidak dilakukan," ungkapnya.
Ia pun menyebut dengan maraknya media sosial maka masyarakat dapat dengan lebih mudah melakukan pengawasan terhadap pejabat publik.
"Termasuk dari media kita juga dapat melihat Indonesia semakin hari semakin diperhitungkan sebagai suatu negara walau tentu kita juga tetap dapat belajar dari China yang memiliki 1,4 miliar orang, berarti perlu menyiapkan setidaknya 4,5 miliar porsi makan setiap harinya tapi tetap bisa melakukan ekspor pertanian. Itu juga kita harus belajar," tambahnya.
Sedangkan Veldesen Yaputra, mahasiswa jurusan arsitektur di Tsinghua University meminta dukungan untuk proyek perpustakaan komunitas di Papua Barat Daya sebagai salah satu proyek CSR yang sedang ia kerjakan.
"Bagaimana caranya agar mahasiswa-mahasiswa Papua Barat Daya yang sedang belajar di Tiongkok dapat berkontribusi di masyarakat termasuk untuk perpustakaan komunitas ini, kami juga meminta dukungan dari anggota DPD asal Papua untuk mendukung proyek ini," kata Veldesen.
Wakil Ketua DPD RI Yorris Raweyai yang mewakili Papua Tengah mengatakan bahwa pemerintah memberikan dana otonomi khusus (otsus) yang memberikan kewenangan khusus kepada pemerintah-pemerintah daerah di Papua untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat.

"Dana otsus digunakan untuk pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan yang berbasis pada kearifan lokal dan membuka isolasi. Semua dana otsus sudah terprogram tinggal bagaimana mendistribusikan ke masyarakat melalui pemerintah daerah maupun saluran lain," jawab Yorrys.
Yorrys pun menjelaskan bahwa mahasiswa-mahasiswa Papua yang bersekolah keluar daerah atas biaya pemerintah diwajibkan untuk kembali ke provinsi asalnya dan hal itu sudah jamak terjadi.
"Jadi yang penting adalah bagaimana mahasiswa Papua itu terus bersekolah, bermimpi untuk 50 tahun ke depan, kemudian kembali ke tanah Papua, mengabdi dan membangun bangsa," ungkap Yorrys.
Selain mengunjungi KBRI Beijing, delegasi DPD juga bertemu dengan Majelis Permusyawaratan Politik Rakyat China (CPPCC), Kongres Rakyat Nasional China (NPC).
Agenda lain adalah bertemu dengan Asosiasi Perikanan Tiongkok, peternakan akuakultur Xinnong Tianli, China Media Group (CMG), Xiaomi Automobiles, China Aquatic Products Processing and Marketing Alliance (CAPPMA) yaitu aliansi pengolahan dan pemasaran produk perikanan China, serta kunjungan ke lokasi lainnya.
Baca juga: "Indonesia Punya Kamu” dimulai, dekatkan mahasiswa ke dunia media
Baca juga: Kemdiktisaintek buka opsi pindah kampus untuk penerima beasiswa di AS
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.