Manokwari (ANTARA) - Keberadaan penyu yang terancam punah akibat terus mengalami penurunan populasi di kawasan Taman Nasional Teluk Cendrawasih, memanggil kepedulian Alfons Kaikatui dan kawan-kawan untuk berjuang menyelamatkan hewan yang berperan penting menjaga ekosistem laut itu.
Alfons bersama kelompok masyarakat yang menamakan diri PIBATA rela rutin berjalan kaki menyusuri pantai untuk melakukan patroli pengawasan di pantai Pulau Warundi, Distrik Rumberpon, yang menjadi area peneluran penyu.
Biasanya mereka berpatroli sembari mengamati tanda-tanda keberadaan penyu seperti bekas sarang, cangkang telur, dan jejak di pasir.
Telur-telur penyu yang ditemukan direlokasi ke lokasi demplot penetasan semi alami di Kampung Isenebuai. Upaya itu bertujuan menyelamatkan telur dari gangguan manusia maupun alam.
Pibata adalah kelompok yang aktif menjalankan kegiatan berkaitan dengan pelestarian penyu. Kelompok ini berkolaborasi dengan berbagai pihak dalam upaya pelestarian penyu tersebut.
Menurut Ketua Kelompok PIBATA, Alfons Kaikatui, kelompok ini resmi terbentuk pada 3 Desember 2019, dengan nama lokal PIBATA yang berarti penyu.
Pemeliharaan telur hingga menetas menjadi tukik atau anakan penyu, merupakan komitmen dan dedikasi PIBATA untuk menjaga kelestarian kawasan Taman Nasional Teluk Cendrawasih.
"Kalau sudah menetas, kami lepasliarkan tukik kembali ke habitatnya," kata Alfons.
Tidak hanya itu, kelompok PIBATA yang beranggotakan 39 orang, juga terlibat aktif mengajak masyarakat di Kampung Isenebuai dan kampung sekitarnya untuk menjaga kelestarian penyu.
Dedikasi orang-orang seperti Alfons bersama kelompok PIBATA tentu sangat berperan besar dalam menjaga kelestarian Taman Nasional Teluk Cendrawasih yang memiliki luas sekitar 1.453.500 hektare. Kawasan ini membentang dari Kabupaten Nabire, Papua Tengah, hingga Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat.
Pemerintah menetapkan Taman Nasional Teluk Cendrawasih sebagai taman laut terluas di Indonesia. Hal itu sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 8009/Kpts-II/2002.
Optimalisasi pengelolaan kawasan ini tentu membutuhkan peran aktif masyarakat lokal, terutama yang berdomisili di dalam dan sekitar kawasan atau daerah penyangga.
Balai Besar Taman Nasional Teluk Cendrawasih (TNTC) kemudian memberdayakan sejumlah kelompok masyarakat. Salah satunya, kelompok masyarakat PIBATA di Kampung Isenebuai, Teluk Wondama.
PIBATA sejauh ini memiliki peranan besar dalam menjaga kelestarian penyu. Berdasarkan catatan Balai Besar TNTC, selama tahun 2024 kurang lebih ada 343 ekor tukik dari demplot penetasan semi alami kelompok PIBATA sudah dilepasliarkan.
Selain PIBATA, kata Kepala Balai Besar TNTC Supartono, terdapat dua kelompok masyarakat di Kabupaten Nabire yang ikut berperan dalam kegiatan pelestarian penyu.
Dua kelompok tersebut yaitu, Kelompok Guraja Indah Kampung Sima, dan Kelompok Irantuar Kampung Yeretuar.
"Kalau dua kelompok binaan kami di Nabire, terlibat dalam kegiatan konservasi penyu mulai tahun 2024," jelas Supartono.

Terancam punah
Kelestarian Penyu memang sudah lama mengundang kekhawatiran masyarakat internasional, sehingga oleh IUCN (International Union for Conservation of Nature), penyu ditempatkan pada daftar 'red list' dan Appendix I CITES. Artinya, segala bentuk pemanfaatan dan peredaran penyu mendapat perhatian serius.
Pemerintah Indonesia kemudian menetapkan penyu sebagai satwa dilindungi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Kepala Balai Besar TNTC telah menerbitkan surat keputusan nomor SK/46/T.6/TU/TEK/1/2024 yang menyatakan bahwa penyu menjadi satwa prioritas pengelolaan.
Enam satwa lainnya yang juga masuk dalam skala prioritas pengelolaan kawasan Taman Nasional Teluk Cendrawasih meliputi, hiu paus, hiu berjalan, kima, lumba-lumba dan duyung.
Kegiatan konservasi penyu harus menjadi program rutin, dan Tim Balai Besar TNTC secara berkala melakukan pemantauan populasi penyu di sepanjang kawasan.
Selain itu, Tim Balai Besar TNTC juga terlibat dalam melakukan pengamatan terhadap karakteristik habitat peneluran penyu kelompok PIBATA di Kampung Isenebuai.
Pengamatan karakteristik meliputi, pemantauan suhu, sarang, dan jenis vegetasi naungan sehingga proses penetasan telur penyu berjalan sesuai dengan ekspektasi bersama.
Ada empat jenis penyu yang teridentifikasi yaitu penyu hijau (chelonia mydas), penyu belimbing (dermochelys coriacea), penyu sisik (eretmochelys imbricata), dan penyu lekang (lepidochelys olivacea).
"Pelestarian penyu butuh kontribusi dari masyarakat lokal," kata Kepala Balai Besar TNTC Supartono.
Untuk meningkatkan populasi penyu di Taman Nasional Teluk Cendrawasih, dilakukan pelepasliaran 429 ekor tukik pada tahun 2024.
Jumlah tukik yang dilepasliarkan terdiri atas, 263 ekor tukik penyu hijau, 52 ekor tukik penyu lekang, dan 114 ekor tukik penyu sisik.
Baca juga: Balai Besar TNTC: Hiu berjalan menarik minat wisatawan pecinta selam
Baca juga: Balai Besar TNTC tetapkan hiu berjalan sebagai satwa prioritas
Pembinaan
Balai Besar TNTC menerapkan sejumlah strategi pembinaan bagi tiga kelompok masyarakat di Teluk Wondama dan Nabire, agar tetap eksis melakukan kegiatan konservasi penyu.
Strategi tersebut meliputi, penguatan kelembagaan kelompok, peningkatan kapasitas masyarakat, edukasi, penyaluran bantuan dan penghargaan, pelibatan dalam kegiatan Balai Besar TNTC.
Kemudian, memberikan pendampingan bagi kelompok secara berkala, dan mendorong pemberdayaan ekonomi kelompok masyarakat yang berbasis konservasi.
Menurut Supartono, keberlanjutan program pembinaan kelompok masyarakat memerlukan dukungan dari pemerintah daerah, distrik, kampung, pihak swasta, dan perguruan tinggi.
Balai Besar TNTC telah melaksanakan kegiatan peningkatan kapasitas seperti pelatihan pembuatan demplot penetasan telur penyu semi alami, dan teknik relokasi telur penyu.
Kader konservasi yang dibentuk seperti PIBATA bertugas menyebarluaskan informasi kepada masyarakat tentang peran penting penyu terhadap keberlangsungan ekosistem laut.
Bagi Alfons dan kolega dari kelompok PIBATA, tugas tersebut tentu disambut dengan antusias, karena mereka sadar dan merasa memiliki tanggung jawab untuk berkontribusi dalam pelestarian penyu.
"Ikut menjaga dan melestarikan penyu, maka tong (kami) juga ikut jaga masa depan buat tong punya anak cucu," ucap Alfons Kaikatui.
Baca juga: BKSDA Jakarta berupaya tingkatkan penetasan penyu sisik Pulau Rambut
Baca juga: Resmikan Rumah Penyu, Kemenhut dukung pelestarian penyu di Kep. Seribu
Baca juga: Menilik Pulau Bando konservasi alam pertama terapkan energi terbarukan
Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2025