Bandung (ANTARA) - Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi menolak mediasi dengan para penggugat kebijakan penambahan rombongan belajar (rombel) per kelas jadi 50 orang di sekolah negeri, khususnya tingkat SMA di seluruh Jabar, seperti yang direkomendasikan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Saat ditemui di Bandung, Jumat, Gubernur Jabar Dedi Mulyadi mengatakan keengganannya itu karena pihaknya telah menunjuk kuasa hukum, sehingga dia pun balik bertanya urgensi adanya mediasi dengan dirinya.
"Gugatannya kan diminta mediasi. Mediasi itu kan sudah ada kuasa hukum. Ngapain gubernur, kan sudah ada kuasa hukum," kata Dedi Mulyadi saat ditemui usai paripurna menyimak arahan Presiden Prabowo Subianto secara daring di Gedung DPRD Jawa Barat, Bandung.
Ia menyampaikan pertanyaan dasar gugatan dari delapan organisasi sekolah swasta tersebut, karena menganggap yang disasar lewat Keputusan Gubernur Jabar Nomor 463.1/Kep.323-Disdik/2025 tentang Pencegahan Anak Putus Sekolah, yang di dalamnya mengatur penambahan rombel adalah sekolah negeri.
Baca juga: Disdik yakin menang gugatan karena kebijakan rombel bermaksud baik
"Terus nilai ya. Jadi gugatan itu misalnya begini, surat keputusan gubernur itu kan untuk sekolah negeri, para kepala sekolah negeri. Artinya yang menjadi objeknya adalah sekolah negeri. Kemudian yang menggugatnya kan sekolah lain yang di luar sekolah negeri," ucap Dedi Mulyadi.
Ia kemudian memberikan contoh hubungan ayah dan anak, dimana dia melarang anaknya untuk ke luar rumah dan jajan ke warung dan tiba-tiba warung itu mengalami penurunan pendapatan.
"Saya berikan contoh, saya melarang anak untuk keluar rumah dan jajan ke warung. Tiba-tiba warungnya mengalami penurunan pendapatan. Terus warungnya marah pada saya, menggugat saya karena melarang anak saya jajan, bisa enggak?," ucap Dedi Mulyadi.
Baca juga: Kepgub rombel Jabar disebut berdampak serius pada guru sekolah swasta
Baca juga: Pemprov Jabar siap hadapi gugatan soal rombel dan buka ruang mediasi
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.