Dari media cetak ke layar, gen Z China ubah cara baca di era digital

1 month ago 16

Beijing (ANTARA) - Berdempetan dengan orang-orang tak dikenal di gerbong kereta bawah tanah yang bergoyang, Li Zining memasang earbud-nya, dan saat narator epik fiksi ilmiah bertajuk "The Three-Body Problem" mulai berbicara, suara dentingan pintu dan dengung percakapan memudar, membiarkannya hanyut ke dalam dunia lain yang sunyi dan penuh imajinasi miliknya.

Di seluruh China, jutaan pembaca Gen-Z mencari keheningan yang serupa, layar gawai mereka yang menyala kini menjadi perkamen (alat tulis) zaman modern.

"Baru saja mulai tertarik dengan fiksi ilmiah, jadi saya mulai dengan karya-karya klasik," kata Li. Saat entah memasak atau lari, dia selalu mendengarkan buku audio, dan tanpa sadar, dia telah membaca beberapa judul fiksi ilmiah yang tebal, katanya menambahkan.

Generasi digital China yang lahir antara 1995 hingga 2009, yang juga dikenal sebagai Generasi Z itu, telah mengubah aturan tentang bagaimana cerita ditemukan, dinikmati, dan dibagikan.

Mencakup hampir seperlima dari total populasi negara itu, Gen-Z lebih cenderung mengunduh buku elektronik (e-book) ke ponsel dan tablet daripada mengunjungi toko buku atau perpustakaan untuk mendapatkan buku fisik. Mereka menikmati banyak literatur daring, membagikan ulasan dan anotasi di platform media sosial, mengikuti "narablog buku", dan mencari teman baca.

Data dari WeChat Reading menunjukkan bahwa 6,56 juta, atau 46 persen, dari pengguna aktif bulanannya adalah Generasi Z. Di Zhangyue, platform Teknologi iReader, sekitar sepertiga dari pengguna aktif bulanannya adalah Generasi Z, yang menghabiskan rata-rata 120 menit per hari di platform tersebut.

Chen Wenting, pengguna yang berlangganan tahunan di sebuah aplikasi baca digital, percaya bahwa membaca buku elektronik memungkinkan membaca kapan pun dan di mana pun Anda mau serta relatif hemat biaya.

Sebuah survei oleh Akademi Pers dan Publikasi China (Chinese Academy of Press and Publication/CAPP) menunjukkan bahwa tahun lalu, 38,5 persen warga dewasa membaca melalui buku audio.

Bagi generasi muda, buku tidak hanya dibaca, tetapi juga dinikmati melalui interpretasi orang lain.

Cheng Nan, seorang mahasiswa, baru-baru ini sangat tertarik menonton video penjelasan novel peraih Penghargaan Nobel berjudul "One Hundred Years of Solitude" di platform berbagi video Bilibili. "Saya agak sulit mengumpulkan keberanian untuk membaca karya klasik seperti itu, tetapi video penjelasannya cukup menarik," ujarnya.

Video-video ini tidak hanya mencakup alur cerita, tetapi juga memberikan latar belakang dan wawasan yang lebih luas, sering kali disertai animasi atau cuplikan dari adaptasi televisi, sehingga menjadikannya sangat menarik untuk ditonton, tambah Cheng.

Ketika seorang kreator konten mengunggah sebuah cuplikan video di media sosial lengkap dengan ilustrasi tentang novel China "White Deer Plain", jumlah penayangannya melesat melampaui 20 juta lebih cepat dibandingkan dengan penjualan kebanyakan cetakan pertama buku.

Pada 2024, jumlah video bacaan berdurasi lebih dari lima menit di platform Douyin melonjak 336 persen secara tahunan (year on year/yoy), dengan peningkatan jumlah penayangan sebesar 137 persen. Sementara itu, video dan gambar ulasan buku mencatatkan peningkatan 135 persen dalam jumlah penayangan dan lonjakan sebesar 518 persen dalam jumlah yang dibagikan (share) secara kumulatif.

Beberapa pembaca Gen-Z juga senang menemukan teman baca yang sepemikiran. Menurut Xiao Xia, seorang mahasiswa, membaca bersama teman tidak hanya membantu menjaga konsistensi jadwal dan mendorong untuk selesai membaca buku dengan tepat waktu, tetapi juga menawarkan perspektif dan pengetahuan baru, sehingga dapat menyingkap titik-titik buta dalam pemikiran seseorang.

Di platform WeChat Reading, pengguna dapat berinteraksi dengan orang lain dengan menyorot dan mengomentari kalimat-kalimat tertentu. "Anda dapat mencatat pemikiran Anda saat membaca buku atau kalimat tertentu. Ketika Anda tidak memahami sesuatu di dalam buku itu, Anda dapat melihat apa yang dipikirkan orang lain dan terkadang bisa mendapatkan pencerahan," kata Chen Wenting.

Membaca buku-buku tebal menjadi lebih menarik ketika Anda dapat membacanya bersamaan dengan komentar dari pembaca lain, tambah Chen.

Para penerbit konvensional kini berusaha mengikuti tren digital, menggunakan mahadata (big data) untuk menargetkan pembaca dan melakukan siaran langsung (livestreaming) untuk meluncurkan judul-judul baru. "Kita berada di masa krusial dalam mendefinisikan ulang bentuk produk dan aturan industri," ujar Huang Zhijian, ketua China Publishing Group.

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |