Sawahlunto, Sumbar (ANTARA) - Asmaliardi membetulkan letak helm di kepalanya. Lampu senter yang seharusnya ada di situ, ia pegang dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanannya menggenggam alat pengukur gas. Dari mulut galian tambang, ia berjalan pelan-pelan menuruni jalan yang basah dan licin di Sawahluwung.
Pintu masuk bekas lubang tambang batu bara Sawahluwung di Sawahlunto, Sumatera Barat, berada pada ketinggian 214 meter di atas permukaaan laut. Namun saat masuk ke dalam, elevasinya menurun sampai 57 meter.
Lubang tambang ini menjadi satu-satunya tambang batu bara bawah tanah di Indonesia yang tidak lagi beroperasi untuk penambangan, melainkan menjadi objek studi.
Asmaliardi adalah pelaksana tugas supervisor yang bertanggungjawab atas lubang tambang dalam Sawahluwung dari PT Bukit Asam Tbk Unit Pertambangan Ombilin (UPO) Sawahlunto. Ia melakukan pengecekan rutin bekas tambang batu bara yang kini dijadikan lubang pendidikan itu.
Pada 50 meter pertama, jalan tambang yang mulanya beton berubah menjadi tanah dan rel lori berada di tengah. Di atasnya terdapat kayu-kayu sebagai penyangga dinding lubang agar bebatuan tidak jatuh. Terowongan itu bercabang dua, sebelah kiri jalan utama dan sebelah kanan jalur lori yang baru.
Sebelah kiri terdapat pintu yang setelah dibuka, harus kembali tertutup, sebab jika dibuka terus akan mengganggu sirkulasi udara sehingga petugas yang berada di dalam akan kesulitan bernapas.
Lubang Sawahluwung menerapkan sistem ventilasi mekanis untuk mendistribusikan aliran udara ke area kerja tambang dan mencukupi kebutuhan udara segar, maka pada setiap jalur intake dipasang fan.
Sistem itu dirancang untuk memberikan pasokan oksigen sesuai kebutuhan dalam bekerja dan mengencerkan serta mengalirkan gas berbahaya hasil kegiatan penambangan seperti karbon monoksida (CO), metana (CH₄) dan karbon dioksida (CO₂) serta mengatur kondisi udara tambang.
Pengawas juga akan rutin mengukur kondisi gas setiap hari agar tidak membahayakan.
Sejak dijadikan lubang pendidikan, kata Asmaliardi, tambang Sawahluwung rutin dilakukan pemeliharaan.
Baca juga: Menyusuri jejak teknologi Belanda di tambang Ombilin
Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.