Jakarta (ANTARA) - Badan Wakaf Indonesia (BWI) meluncurkan Gerakan Indonesia Berwakaf saat Rapat Kerja Nasional (Rakernas) 2025 di Jakarta, Selasa, sebagai upaya mendukung visi Indonesia Emas 2045.
Ketua BWI Kamaruddin Amin mengatakan gerakan ini diharapkan menjadi bagian dari strategi nasional untuk mengentaskan masyarakat miskin dan mendorong kemajuan bangsa melalui penguatan ekosistem wakaf.
"Indonesia Emas berarti Indonesia yang tidak lagi memiliki warga miskin. Wakaf memiliki kontribusi nyata dalam pencapaian itu, antara lain melalui pencerdasan anak bangsa dan pemerataan kesejahteraan," ujar Kamaruddin Amin.
Menurut dia, visi Indonesia Emas memiliki strategi dan program yang membutuhkan dukungan berbagai sektor. Dalam konteks ini wakaf dapat menjadi landasan pendukung yang fundamental.
Baca juga: Kemenag dan BWI rumuskan kerangka regulasi wakaf nasional
Kamaruddin menyampaikan wakaf merupakan bagian dari perilaku filantropi yang mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara merata dan berkelanjutan.
Sepanjang sejarah peradaban Islam, kata dia, wakaf telah terbukti mengurangi beban pengeluaran negara dan menciptakan lapangan pekerjaan.
"Wakaf mendukung pemerintah dalam menyediakan fasilitas publik, seperti sarana keagamaan, pendidikan, kesehatan, perawatan lingkungan, hingga infrastruktur seperti jalan dan jembatan," ujarnya.
Ia juga menegaskan wakaf tidak hanya terbatas pada pembangunan masjid, pesantren, dan pemakaman. Jika dikelola secara optimal, wakaf dapat menjadi instrumen sosial-ekonomi yang strategis, termasuk dalam sektor pendidikan.
Baca juga: BWI dan Bank Indonesia perlu ajak anak muda ikut berwakaf
Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, kata dia, Indonesia memiliki potensi wakaf yang sangat besar. Namun, menurut Kamaruddin, realisasi potensi tersebut masih menghadapi berbagai tantangan. Tantangan itu seperti rendahnya literasi wakaf, kapasitas nazhir yang terbatas, belum optimalnya regulasi, serta kurangnya pemanfaatan teknologi.
"Potensi wakaf belum sepenuhnya dioptimalkan untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan, padahal wakaf bisa menjadi instrumen yang sangat kuat untuk itu," ujarnya.
Kamaruddin juga menyoroti perlunya revisi terhadap regulasi wakaf nasional. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dinilai mesti menyesuaikan dengan dinamika masyarakat saat ini.
"Semakin lama usulan agar ada perubahan UU Wakaf ini terus menggelinding di tengah-tengah masyarakat, akhirnya usulan perubahan UU Wakaf ini semakin membesar dan telah disampaikan kepada berbagai pihak yang menjadi stakeholder wakaf di Indonesia," kata dia.
Baca juga: Kemenag: Sertifikasi tanah wakaf bisa tanpa nazir tetap
Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.