Jakarta (ANTARA) - Buku The Matchmaker karya Erwin Suryadi mengangkat fenomena dan tantangan yang menghambat langkah Indonesia untuk keluar dari middle income trap (perangkap pendapatan menengah) sekaligus menawarkan solusi berbasis kolaborasi lintas sektor melalui pendekatan yang disebut business matchmaking.
"Bonus demografi tidak akan berarti jika kita tidak menciptakan ekosistem yang mampu menyerap dan memberdayakan talenta lokal. Kita memerlukan pendekatan yang lebih dari sekadar mempertemukan supply & demand," ujar Erwin dalam diskusi untuk membedah buku terbitan Penerbit Buku Kompas tersebut di Jakarta, Sabtu, dikutip dari siaran persnya.
Pengamat ekonomi itu menyebutkan banyak jenis pekerjaan yang berisiko punah 5 tahun ke depan akibat otomatisasi dan penerapan teknologi kecerdasan buatan (AI).
"Pekerjaan seperti teller bank, kasir, entri data, akuntansi hingga staf pembukuan adalah contoh yang mulai tergantikan. Ini akan menjadi persoalan baru bagi ketenagakerjaan jika tidak diantisipasi dengan strategi yang tepat," katanya.
Erwin memaparkan konsep business matchmaking, yakni pendekatan ekosistem yang mendorong kolaborasi jangka panjang antara pelaku industri besar, pabrikan lokal, UMKM, dan lembaga pendidikan.
Pendekatan itu menekankan pendampingan yang memacu peningkatan kualitas produk (quality), efisiensi biaya (price), dan ketepatan pengiriman (delivery).
Gagasan business matchmaking, ungkap dia, merujuk pada pemikiran begawan ekonomi Prof. Soemitro Djojohadikusumo, ayahanda Presiden Prabowo Subianto, yang menolak persaingan bebas secara mutlak di negara berkembang.
"Dalam pandangan Prof. Soemitro, pasar tidak akan bekerja adil tanpa kehadiran negara sebagai pengatur dan pelindung pelaku ekonomi lokal," katanya.
Ia menegaskan bahwa prinsip tersebut sejalan dengan business matchmaking, yang menuntut peran aktif, yang memberikan mandat kepada pelaku industri besar untuk ikut membina pelaku lokal agar mampu bersaing secara sehat dan setara.
Baca juga: Rahayu Saraswati: Danantara impian Soemitro Djojohadikusumo
Baca juga: Wakil Kepala BPKP beri kejutan, kasih uang langka ke Presiden Prabowo
Konsep tersebut, lanjut Erwin, telah diterapkan di sektor hulu minyak dan gas bumi melalui Forum Kapasitas Nasional, yang digagas Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sejak 2021.
"Pengalaman di sektor hulu migas menunjukkan bahwa ketika pelaku industri skala besar bersedia membina dan mempercayai pelaku lokal, hasilnya luar biasa. Banyak pabrikan dalam negeri yang ternyata mampu bersaing di tingkat global," ucap Erwin.
Salah satu pelaku industri yang terlibat langsung dalam proses itu adalah Direktur Utama PT Luas Birus Utama Harris Susanto. Perusahaannya kini menjadi salah satu pemasok komponen industri hulu migas yang produknya menembus pasar ekspor di Timur Tengah.
"Kalau bukan kita yang mempercayai produk anak bangsa, siapa lagi? Akan tetapi, kepercayaan itu harus dibarengi standar kualitas dan komitmen. Pendekatan business matchmaking di Forum Kapasitas Nasional memberikan ruang dan arah agar kami bisa tumbuh," ujarnya.
Sementara itu, Manajer Project & Sourcing Operation Petronas Carigali Iraq Holding BV Fery Sarjana yang turut hadir dalam diskusi mengatakan bahwa keberhasilan business matchmaking terletak pada kesediaan semua pihak terlibat secara aktif dan konsisten.
Selama ini, kata Fery, UMKM atau pabrikan lokal sering merasa sendirian menghadapi tuntutan industri besar. Dengan pendekatan business matchmaking, mereka tidak hanya diberi peluang, tetapi juga ditunjukkan jalannya.
Melalui buku tersebut, Erwin tidak hanya menyuguhkan analisis ekonomi, tetapi juga peta jalan menuju ekonomi yang lebih inklusif, tangguh menghadapi guncangan, dan berbasis kolaborasi lintas sektor.
"The Matchmaker juga memaparkan pengalaman dari para pelaku. Harapannya praktik baik ini bisa direplikasi untuk menjadikan Indonesia benar-benar mandiri dan kompetitif secara global," katanya.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2025