Jakarta (ANTARA) - Dunia maya belum menjadi ruang aman bagi siapa saja karena masih ada potensi mendatangkan luka yang tidak kasat mata. Kekerasan berbasis gender online (KBGO) adalah hal yang dimaksud.
Data Komnas Perempuan tahun 2024 menunjukkan KBGO tercatat sebanyak 1.791 kasus, dengan mayoritas berbentuk kekerasan seksual berbasis elektronik. Sementara itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mencatat pada triwulan I 2024, terdapat 480 kasus KBGO, meningkat empat kali lipat dibandingkan triwulan I 2023 yang hanya 118 kasus.
Kondisi tersebut menunjukkan ruang digital rentan menjadi lokasi terjadinya kekerasan, terutama berbasis gender.
Terlebih, akses internet di sejumlah wilayah yang terhitung cukup luas, dengan opsi, mulai dari layanan komersial, hingga program internet gratis yang disediakan oleh pemerintah. Di Jakarta misalnya, sudah tersedia Wi-Fi gratis di aplikasi JAKI. Fitur ini tersedia di daerah permukiman, sekolah, hingga taman-taman, agar warga dapat terhubung dengan dunia digital.
Seperti disampaikan anggota Komnas Perempuan Chatarina Pancer Istiyani bahwa semakin mudah dan banyaknya akses terhadap dunia digital, meningkatkan peluang individu menjadi korban KBGO. Terlebih, literasi terhadap jenis kekerasan ini yang masih perlu dimaksimalkan.
Kementerian Komunikasi dan Digital menyatakan banyak kasus KBGO disebabkan data pribadi yang tersimpan di internet. Teknologi yang semakin canggih disalahgunakan oleh oknum tidak bertanggung jawab untuk melakukan berbagai bentuk kekerasan, seperti revenge porn dan deepfake AI.
Kekerasan seperti revenge porn, yakni penyebaran tanpa izin foto atau video intim korban sebagai bentuk balas dendam dapat menghancurkan kehidupan banyak perempuan.
Selain itu, teknologi deepfake AI yang dapat mengedit gambar seseorang menjadi seolah-olah tanpa busana juga semakin marak digunakan untuk menjatuhkan harga diri dan integritas korban.
Di sisi lain, pelaku kekerasan juga banyak dan menggunakan berbagai akun palsu, membuat jati diri mereka tidak diketahui. Mereka lalu melakukan kekerasan di ranah daring secara sewenang-wenang karena tidak takut ketahuan dan bahkan tidak takut ditindak.
Lalu, bagaimana dengan di DKI Jakarta yang bersiap menuju kota global? Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menyatakan masih ada peluang terjadi kekerasan berbasis gender via daring, sehingga masyarakat diharapkan terus waspada.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.