Jakarta (ANTARA) - Kejaksaan Agung memandang bahwa masih banyaknya perempuan dan anak korban kekerasan yang tidak berani melapor menjadi salah satu tantangan dalam penanganan kasus.
"Sering kali korban tidak menyadari dirinya sebagai korban. Kami butuh dukungan KemenPPPA untuk memperkuat pemahaman korban agar bisa memberikan kesaksian dengan aman, tanpa tekanan, dan dengan pendampingan yang tepat," ujar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Asep Nana Mulyana di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, kerja sama antar kementerian/lembaga penting untuk memastikan perlindungan perempuan dan anak bisa dilaksanakan secara optimal.
Ia menambahkan Kejaksaan Agung telah membentuk direktorat khusus yang menangani perkara anak dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
"Penguatan kelembagaan juga terus dilakukan untuk memastikan penanganan perkara lebih responsif terhadap korban," kata Asep Nana Mulyana.
Namun demikian, Asep Nana mengakui bahwa tantangan di lapangan bukan hanya soal penegakan hukum, tetapi juga bagaimana mendorong korban, khususnya anak, untuk mau bersuara.
Sementara Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Arifah Fauzi mengatakan bahwa hingga 3 Juli 2025, tercatat ada 14.039 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
"Dari data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), tercatat 14.039 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak hingga 3 juli 2025, dengan lonjakan lebih dari 2.000 kasus hanya dalam 17 hari," kata Menteri PPPA Arifah Fauzi.
Menurut dia, angka ini masih jauh di bawah temuan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) dan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2024 yang mengungkapkan prevalensi kekerasan jauh lebih tinggi.
Baca juga: Hingga awal Juli 2025 ada 14 ribu kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak
Baca juga: Komnas: Perempuan dan anak kelompok paling rentan terdampak persekusi
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.