Jakarta (ANTARA) - Direktur Utama (Dirut) Perum LKBN ANTARA Akhmad Munir mengusulkan agar Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyiaran mengatur model bisnis yang berkeadilan dalam persaingan pasar digital global untuk memastikan keberlanjutan industri penyiaran nasional.
Dia mengatakan bahwa saat ini penyiaran tidak lagi terbatas oleh batas geografis, sehingga masyarakat tidak hanya mengonsumsi konten yang berasal dari lembaga penyiaran dalam negeri, tetapi juga dari media internasional dam platform global.
"Penyiaran harus mencakup konten lintas batas, agar pemerintah dapat mengatur keseimbangan antara konten lokal dan asing, serta memastikan kedaulatan informasi," kata Munir saat rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.
Menurut dia, RUU tersebut juga perlu mewajibkan pasal digital global untuk melakukan verifikasi sumber berita dan bekerja sama dengan kantor berita negara. Selain itu, perlu diatur juga regulasi terkait penyebaran konten berita produksi asing terutama yang mempengaruhi stabilitas politik ekonomi dan sosial di Indonesia.
"Mendorong inovasi jurnalisme berbasis kecerdasan buatan (AI) dan otomatisasi penyiaran agar media nasional dapat bersaing," kata dia.
Dia juga mendorong RUU itu memastikan data pengguna Indonesia tidak dimanfaatkan secara sepihak oleh pasal digital asing tanpa Kontrol pemerintah. Kemudian algoritma distribusi berita oleh pasar global juga perlu dikontrol agar tidak mengutamakan konten yang mengarah pada polarisasi sosial atau manipulasi opini publik.
Sementara itu, Anggota Komisi I DPR RI Amelia Anggraini sepakat dengan usulan Munir tersebut bahwa harus ada kompetisi yang berkeadilan atau equal playing field dalam bisnis penyiaran. Dia menyampaikan hal itu pun dalam rangka mendorong publisher rights diterapkan dengan tegas guna melindungi hak cipta.
Dia mengatakan bahwa saat ini bisnis industri penyiaran dan media sosial mengalami ketimpangan yang sangat signifikan. Contohnya, kata dia, media televisi harus menanggung biaya produksi yang tinggi dan menghadapi regulasi yang ketat, tetapi media sosial atau platform digital menikmati regulasi yang longgar.
"KPI sangat ketat melakukan pengawasan media konvensional, tapi tidak berdaya menghadapi platform digital yang jumlah kontennya lebih masif dan kompleks. Karena ketidakseimbangan ini banyak perusahaan media konvensional yang kolaps, terpaksa melakukan PHK," kata Amelia.
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025