Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi III DPR RI Rudianto Lallo mengatakan bahwa pihak yang masih berstatus sebagai saksi tidak dicekal ke luar negeri di dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), karena hak-hak saksi mesti dilindungi.
Dia mengatakan bahwa saksi tidak boleh diperlakukan sebagai tersangka, sebaliknya tersangka pun tidak boleh diperlakukan sebagai saksi. Jika ingin dicekal, menurut dia, seorang saksi itu statusnya harus dinaikkan menjadi tersangka oleh aparat penegak hukum (APH).
"Sekalipun APH akan bilang bahwa ini praduga bersalah, tetapi kan statusnya masih saksi. Sehingga teman-teman (DPR) menganggap karena dia masih saksi, tidak boleh dong hak-haknya kemudian dibatasi," kata Rudianto di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu.
Menurut dia, pembahasan mengenai pencekalan dalam revisi KUHAP memang menimbulkan perdebatan, khususnya mengenai saksi. Dia mengatakan bahwa upaya-upaya paksa baru bisa dilakukan terhadap pihak yang sudah berstatus tersangka.
Adapun poin mengenai pencekalan diatur dalam Pasal 133 Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. Dalam draf awal, penyidik hingga hakim berwenang untuk mencegah tersangka atau saksi ke luar negeri demi kepentingan penyidikan.
Namun ketika pembahasan dilakukan di Komisi III DPR RI, saksi diusulkan untuk dihapus dari pasal itu karena alasan perlindungan hak.
Atas hal itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkritik revisi tersebut yang hanya mengatur pencekalan untuk tersangka, karena saksi juga perlu untuk bisa dicekal ke luar negeri. KPK memandang pencekalan tidak hanya untuk tersangka saja karena esensi tindakan tersebut untuk kebutuhan proses penanganan perkara yang lebih efektif.
Rudianto pun memastikan bahwa perubahan yang sejauh ini sudah dibahas belum bersifat final, karena masih ada sejumlah tahap evaluasi dan pengecekan oleh Komisi III DPR RI. Dengan begitu, menurut dia, KPK masih mempunyai ruang untuk menyampaikan aspirasinya soal pencekalan tersebut.
Pasalnya, dia juga tak menginginkan revisi KUHAP justru bertentangan dengan norma yang diatur dalam UU KPK.
"Saya kira harus arif bijaksana menilai mengapa muncul norma itu. Karena kita tidak mau seorang saksi diperlakukan selayaknya sebagai tersangka atau terdakwa," kata dia.
Baca juga: BNN minta revisi KUHAP kecualikan penyidik BNN dikoordinasikan Polri
Baca juga: Ketua DPR pastikan pembahasan revisi KUHAP tak terburu-buru
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.