Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi II DPR RI Deddy Sitorus mengkritik sejumlah pemerintah daerah (pemda) yang memilih menaikkan pajak, termasuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), sebagai strategi cepat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
Menurut Deddy, pola seperti ini cenderung menimbulkan masalah baru bagi masyarakat, terutama di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya stabil.
"Saya kira itu yang akan menimbulkan persoalan di banyak daerah, bukan hanya di Pati, banyak daerah lain yang juga mencoba mendongkrak pendapatan asli daerahnya dengan menaikkan pajak,” kata Deddy dalam siaran pers resmi yang diterima Antara di Jakarta, Sabtu.
Menurut Deddy, kenaikan pajak harus berdasarkan kemampuan perekonomian masyarakat. Jika kemampuan ekonomi masyarakat melemah, kenaikan pajak justru akan membebani masyarakat dan PAD pun tidak meningkat.
Deddy melanjutkan, keputusan menaikkan pajak sering dipicu oleh beragam faktor, salah satunya efisiensi anggaran dari pemerintah pusat yang berdampak pada berkurangnya transfer ke daerah.
Dalam kondisi ini, Deddy menilai yang harus dilakukan pemerintah daerah yakni menerapkan efisiensi belanja daerah.
“Mau tidak mau, belanja yang bersifat tidak berkaitan langsung dengan pelayanan publik dan operasional itu harus dipangkas. Gunakan inovasi untuk meningkatkan pendapatan daerah, bukan hanya mengandalkan pajak,” tegasnya.
Pemerintah daerah, lanjut dia, juga harus berupaya meningkatkan kekuatan ekonomi daerah terlebih dahulu. Dengan meningkatnya perekonomian daerah, pemerintah daerah pun berhak menetapkan nilai pajak yang sesuai.
Karenanya, Deddy berharap pemerintah daerah dapat mencari jalan tengah dalam meningkatkan pendapatan daerah tanpa membebani rakyat.
Baca juga: Anggota DPR Bambang Haryo usulkan kenaikan tunjangan veteran
Baca juga: Komisi II DPR sebut pemberhentian kepala daerah diatur UU
Baca juga: Komisi X DPR: Pidato presiden peta jalan konkret majukan pendidikan
Pewarta: Walda Marison
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.