Anggaran Pokir DPRD DKI kembali ditunda dan direalisasikan pada 2027

1 month ago 18

Jakarta (ANTARA) - Anggaran Pokok Pikiran (Pokir) untuk anggota DPRD DKI Jakarta tidak masuk pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2026 dan ditargetkan APBD 2027 bisa direalisasikan.

"Berdasarkan hasil rapat pimpinan pekan lalu sebelum mulai pembahasan KUA-PPAS (Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara) 2026 itu, bahwa DKI Jakarta tidak menerapkan Pokir," kata Wakil Ketua DPRD Provinsi DKI Jakarta Basri Baco di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, keputusan penundaan dana Pokir DPRD DKI Jakarta diambil atas dasar pertimbangan hukum dan kehati-hatian.

"Jadi tidak ada ya, ini saya umumkan supaya anggota tidak bertanya-tanya, warga tidak bertanya-tanya, semua," ujarnya.

Meski demikian, Baco menyampaikan bahwa Pokir bukanlah sesuatu yang haram karena merupakan bagian dari proses legislasi yang sah dan diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan.

Baca juga: KUA-PPAS APBD 2026 diharapkan berdampak nyata bagi warga Jakarta

Baco mengatakan, Pokir di DPRD lahir sebagai amanat dari sejumlah regulasi untuk memperkuat fungsi legislatif dalam perencanaan pembangunan daerah.

Regulasi itu adalah UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah serta Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota.

Kemudian Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah.

Baco melanjutkan bahwa Pokir sebenarnya aspirasi Dewan yang diambil dari hasil kunjungan, kajian dan diskusi dengan masyarakat di daerah pemilihan (dapil) masing-masing.

Namun karena dikhawatirkan menjadi masalah atau penyimpangan anggaran dalam pelaksanaannya, sementara Dewan tidak mengadakan Pokir.

"Ini sedang kami pikirkan sambil akan mencari format yang terbaik," kata Sekretaris DPD Golkar DKI Jakarta ini.

Baca juga: DPRD minta Pemprov DKI utamakan warga Jakarta untuk petugas damkar

Walau begitu, Baco menekankan bahwa Pokir hanya dihentikan sementara, sambil DPRD dan eksekutif merumuskan mekanisme yang aman secara hukum dan berharap pada 2027 skema Pokir dapat diaktifkan kembali.

"Jadi sabar sedikit, pada 2027 akan kami wujudkan. Setelah kajiannya, konsepnya, sama pendampingan sama aparat penegak hukum (APH) selesai," ujarnya.

Dalam masa transisi masa jabatan anggota Dewan dari 2019-2024 ke 2024-2029 ini, Baco menyebutkan, aspirasi masyarakat tetap bisa disalurkan melalui komisi-komisi di DPRD.

Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Provinsi DKI Jakarta telah diminta untuk menyiapkan struktur kegiatan dalam KUA-PPAS berupa rumah anggaran. Dengan begitu, anggota Dewan tetap bisa memasukkan kebutuhan konstituen mereka lewat rumah anggaran tersebut.

Sekarang pimpinan Dewan itu mengarahkan agar para ketua komisi memberikan kewenangan luas kepada seluruh anggota.

Baca juga: DPRD DKI setujui Raperda Perubahan APBD 2025 jadi Perda

Mereka dapat memasukkan aspirasinya di komisi masing-masing, di semua dinas yang ada. "Eksekutif juga disampaikan bahwa siapkan semua rumah," katanya.

Baco menyinggung dampak politik dari tidak adanya Pokir dalam lima tahun terakhir, yakni tingkat keterpilihan anggota DPRD DKI anjlok hingga 50 persen, karena mereka tidak bisa berkontribusi maksimal di dapil masing-masing.

"Teman-teman Dewan akhirnya tidak banyak bisa berperan sehingga tingkat keterpilihannya 50 persen. Karena selama lima tahun tidak ada Pokir, keterpilihannya cuma 50 persen," kata dia.

Anggaran Pokir pernah dialokasikan namun pada rancangan APBD 2015 lalu dicoret oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok saat itu.

Ahok mencoret anggaran Pokir senilai Rp8,8 triliun dalam RAPBD 2015. Saat itu, Ahok menilai anggaran Pokir tidak efisien dan tidak substansial.

Pewarta: Khaerul Izan
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |