Akademisi dorong refleksi perlindungan anak peringati HAN

3 weeks ago 16
...Kekerasan berbasis digital dapat memicu rasa malu, merusak harga diri, menimbulkan kecemasan hingga depresi, bahkan berujung pada self-harm

Makassar (ANTARA) - Akademisi yang juga dosen Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unismuh Makassar, Putri Ayu Wiwik Wulandari M.Psi mendorong refleksi perlindungan anak dalam momentum peringatan Hari Anak Sedunia yang diperingati setiap 20 November.

Wiwik di Makassar, Kamis, mengatakan berbagai hak anak masih menghadapi beragam tantangan mulai kekerasan verbal, kekerasan digital, serta tekanan akademik yang meningkat menjadi persoalan yang kian menonjol.

Ia menekankan anak berhak atas perlindungan dari segala bentuk kekerasan, didengar pendapatnya, dan memperoleh layanan kesehatan mental yang memadai.

Di saat yang sama, stres pada anak menunjukkan peningkatan signifikan. Tuntutan belajar, konflik keluarga, dan paparan informasi berlebihan membuat sebagian anak menunjukkan perubahan perilaku, seperti menjadi pendiam, mudah marah, agresif, atau mengalami gangguan tidur.

Ia menjelaskan, bentuk gangguan lain, seperti kecemasan berlebih, menurunnya motivasi belajar, hingga burnout pada usia dini, kini lebih sering muncul. Penggunaan gawai tanpa batas turut meningkatkan risiko ketergantungan digital, gangguan tidur, serta paparan konten tak sesuai usia.

Cyberbullying, lanjut Wiwik, menjadi bentuk kekerasan yang dampaknya tak kalah serius dibanding kekerasan fisik.

Baca juga: Wamen PPPA ingatkan peran orang tua cegah perundungan


“Kekerasan berbasis digital dapat memicu rasa malu, merusak harga diri, menimbulkan kecemasan hingga depresi, bahkan berujung pada self-harm,” tegasnya. Jejak digital, katanya, membuat dampaknya bertahan lebih lama dan menyulitkan pemulihan.

Wiwik menyarankan tiga langkah utama, yakni komunikasi rutin orang tua dan anak, pembatasan penggunaan gawai secara sehat, dan penghindaran kekerasan verbal dalam keluarga.

Kolaborasi orang tua dan sekolah, terutama dalam membangun budaya anti-perundungan, disebutnya sebagai elemen penting.

Sekolah, katanya, perlu memperkuat layanan bimbingan konseling serta menyediakan program ramah anak yang mendukung perkembangan emosional, sosial, dan akademik. Perguruan tinggi juga dapat mengambil peran melalui penelitian, pengabdian masyarakat, dan edukasi literasi digital serta pola asuh.

Untuk tema tahun ini, “My Day, My Rights”, kata dia, mengingatkan masyarakat bahwa setiap anak berhak menentukan pengalaman sehari-hari mereka mulai dari bermain, berpendapat, hingga belajar dalam suasana yang aman.

Baca juga: Menteri PPPA harap HAN berdampak bagi pelestarian budaya sejak dini

Baca juga: HAN momentum ciptakan ruang inklusif dukung aspirasi anak

Pewarta: Abdul Kadir
Editor: Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |