Banjarbaru, Kalimantan Selatan (ANTARA) - Dalam sesak sebuah bilik bernuansa hijau, Firly Norachim, seorang pengusaha mikro asal Banjarbaru, Kalimantan Selatan, duduk termenung di sisi ruangan dengan status terdakwa. Ia tersandung kasus pidana dengan ancaman penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp2 miliar.
Firly bersama istrinya, Ani, tertatih-tatih membangun usaha Mama Khas Banjar selama separuh dekade. Sayangnya, usaha mikro itu runtuh sebab seorang pembeli melaporkan sejumlah produk yang dijual tanpa mencantumkan tanggal kedaluwarsa.
Permasalahan yang bagi sejumlah orang terkesan bagai kerikil, nyatanya cukup kuat untuk menyandung Firly.
Per 1 Mei 2025, Mama Khas Banjar dinyatakan tutup, namun Firly bersama Ani menolak untuk meratapi puing-puing jerih payah mereka dalam diam. Sementara Firly menjalani proses hukum, Ani bersama rekan-rekan pengusahanya menempuh berbagai cara untuk memperjuangkan keadilan.
Respons positif mereka tuai dari Komisi VII DPR RI yang membidangi UMKM, sehingga kasus tersebut menuai atensi di tingkat nasional. Merespons hal tersebut, pertolongan pun datang dari Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Menteri UMKM Maman Abdurrahman secara langsung menghadiri persidangan Firly Norachim di Pengadilan Negeri Banjarbaru, Kalimantan Selatan, sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan.
Amicus curiae merupakan pihak ketiga yang tidak terlibat langsung perselisihan hukum, namun memberikan pendapat atau informasi kepada pengadilan untuk membantu majelis hakim mengambil keputusan.
Persidangan Firly berlangsung dengan emosional, hingga Maman menitikkan air mata.

Melindungi usaha mikro dan kecil
“Kalau misalnya kita mempertanyakan siapa yang bertanggung jawab dalam situasi ini … saya sampaikan, saya lah yang bertanggung jawab secara penuh.”
Maman gagal menjaga suara tetap stabil di tengah persidangan yang ramai disaksikan oleh masyarakat. Genangan di pelupuk mata pun jatuh mengiringi suaranya yang bergetar.
Hening mengisi jeda ketika Maman menyeka bulir air mata, sembari dirinya melanjutkan penyampaian pendapat dalam persidangan tersebut.
Ia meminta kepada majelis hakim untuk mempertimbangkan posisi pengusaha mikro dan kecil, yang lebih membutuhkan pembinaan, alih-alih menjadi tahanan.
Hukuman penjara hingga membayar denda bermiliar-miliar rupiah justru dapat membunuh benih-benih pengusaha mikro; mematikan usaha mereka, bahkan menyebabkan orang di sekitarnya ketakutan untuk memulai usaha.
Oleh karenanya, Maman memasang badan, melindungi pengusaha mikro dan kecil. Ia meminta kepada majelis hakim untuk membebaskan Firly, dan membiarkan Kementerian UMKM memberi pembinaan agar usaha mikro lainnya, tidak hanya Mama Khas Banjar, berbenah diri.
Maman meyakini, kasus seperti ini tidak hanya menjerat Firly. Bagaimana dengan Firly-Firly lainnya di luar sana, yang mungkin tidak menuai atensi semasif ini?
Terlebih, di tengah sektor pekerjaan formal yang saat ini terguncang oleh ketidakpastian global, UMKM menjadi harapan, menjadi roda penggerak ekonomi Indonesia untuk mewujudkan target pertumbuhan ekonomi 8 persen pada tahun 2028–2029.
UMKM lah yang menyerap tenaga kerja dari berbagai perusahaan raksasa yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Bahkan, tak jarang, mereka yang terkena PHK memulai sebuah usaha kecil-kecilan demi memastikan sepiring nasi tersaji di keesokan hari; tanpa perencanaan, tanpa analisis pasar, tanpa analisis potensi.
Data Sakernas-BPS tahun 2024 mencatat terdapat lebih dari 56 juta UMKM atau sekitar 99,9 persen dari total pelaku usaha nasional. Dari jumlah UMKM tersebut, Usaha Mikro mendominasi dengan persentase sebesar 96,84 persen (lebih dari 54 juta unit usaha) diikuti Usaha Kecil sebesar 1,70 persen (sekitar 956 ribu unit), dan Usaha Menengah 1,36 persen (sekitar 763 ribu unit).
Sejalan dengan proporsi tersebut, UMKM menyerap lebih dari 97 persen tenaga kerja nasional dan berkontribusi terhadap PDB nasional sebesar 61 persen.
Maman khawatir, dengan diprosesnya Firly secara pidana, muncul dampak simultan dan masif terhadap pengusaha UMKM lain. Pengusaha UMKM lain akan mengalami ketakutan dalam berusaha dan berdampak buruk terhadap pengembangan UMKM, yang kemudian menjadi kontraproduktif terhadap agenda dan tujuan pembangunan ekonomi nasional.
Apabila Firly dipenjara akibat tidak mencantumkan tanggal kedaluwarsa, maka bagaimana nasib pedagang ikan maupun daging di pasar? Oleh karenanya, Maman menilai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak tepat untuk digunakan terhadap kasus-kasus yang menyandung pengusaha mikro dan kecil, khususnya yang bergerak di bidang pangan.
Regulasi alternatif
Alih-alih memproses kasus Firly menggunakan UU Perlindungan Konsumen, Maman merekomendasikan kepada majelis hakim untuk menggunakan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
UU Pangan diyakini menjadi titik temu kepentingan keamanan pangan, perlindungan terhadap konsumen, serta keberpihakan terhadap pengusaha UMKM. Regulasi tersebut, kata dia, bertujuan untuk memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi konsumsi masyarakat.
UU tersebut juga berorientasi pada peningkatan kesejahteraan bagi petani, nelayan, pembudi daya ikan, dan pelaku usaha pangan.
Peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga tertuang dalam Pasal 98 UU Pangan, di mana pemerintah diminta untuk melaksanakan pembinaan terhadap usaha mikro dan kecil agar mampu menerapkan ketentuan label pangan yang mencantumkan asal, keamanan mutu, kandungan gizi, hingga tanggal kedaluwarsa.
Dalam hal diperlukan sanksi atas pelanggaran ketentuan label pangan, UU Pangan menggunakan pendekatan administratif, bukan pidana. Sanksi administratif tersebut dapat berupa denda, penghentian sementara kegiatan produksi, ganti rugi, hingga pencabutan izin.
“Saya mengharapkan Majelis Hakim memutus bebas Saudara Firly, sebab pelanggaran yang dilakukan seharusnya mendapatkan sanksi administrasi, bukan pidana,” kata Maman ketika mengakhiri keterangannya.

Kepada Maman, Firly mengaku sempat terbersit dalam benaknya untuk berhenti menjadi seorang pengusaha. Terlalu mahal dan berat cobaan yang ia hadapi selama merintis bisnis tersebut.
Maman berupaya untuk meyakinkan Firly, bahwa kehadirannya di persidangan merupakan wujud dukungan dan perlindungan negara terhadap pengusaha mikro.
Hingga nanti, ketika palu hakim melantangkan putusan, Maman berharap Firly dan Ani bersedia untuk menyusun kembali puing-puing usaha yang sempat runtuh, dan berdiri lebih kokoh daripada yang sebelumnya.
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2025