Jakarta (ANTARA) - Dalam era digital yang terus berkembang pesat, transformasi digital bukan lagi sekadar pilihan, melainkan kebutuhan.
Hampir semua aspek kehidupan kita sekarang ini terhubung dengan teknologi digital, mulai dari sektor pendidikan hingga layanan kesehatan, bisnis yang dijalankan oleh pengusaha kecil hingga perusahaan besar, maupun berbagai aktivitas pemerintahan.
Namun, di balik kemudahan dan efisiensi yang ditawarkan oleh teknologi ini, ada tantangan besar yang harus dihadapi, yaitu masalah keamanan dan kenyamanan pengguna. Proof of Human adalah salah satu inovasi yang sedang berkembang untuk mengatasi tantangan ini.
Proof of Human adalah teknologi yang dirancang untuk memverifikasi bahwa seseorang adalah manusia yang nyata dan unik, bukan bot alias robot, akun palsu, atau entitas otomatis lainnya. Teknologi ini biasanya memanfaatkan kombinasi kecerdasan buatan (AI), biometrik, dan verifikasi berbasis komunitas untuk mengonfirmasi keaslian identitas seseorang secara anonim.
Ketika akun palsu dan aktivitas dalam jaringan (online) yang mencurigakan semakin merajalela, teknologi ini menjadi solusi untuk menciptakan ruang digital yang lebih aman. Dengan Proof of Human, pengguna di ranah online dapat merasa lebih percaya bahwa mereka benar-benar berinteraksi dengan individu asli, bukan mesin atau entitas anonim.
Di tengah agenda percepatan transformasi digital pemerintah serta berbagai tantangan yang dihadapi, ada beberapa alasan mengapa teknologi ini menjadi semakin relevan, di antaranya adalah bahwa teknologi Proof of Human mampu mencegah berbagai risiko kejahatan siber, termasuk penyalahgunaan identitas untuk membuat akun palsu yang sering digunakan untuk menyebarkan informasi palsu, melakukan penipuan, atau bahkan merusak reputasi seseorang.
Teknologi ini biasanya dirancang untuk melindungi data pribadi melalui metode verifikasi identitas secara canggih dan anonim untuk mencegah risiko kebocoran data.
Pencegahan berbagai risiko tersebut penting untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat Indonesia di ruang digital, seperti transaksi e-commerce, media sosial, atau platform diskusi online.
Kepercayaan ini juga menjadi salah satu fondasi terwujudnya inklusi digital, sebagaimana yang dicita-citakan oleh pemerintah.
Penerapan
Penerapan Proof of Human bergantung pada kebutuhan dan konteks platform digital yang menggunakannya. Pada dasarnya, teknologi ini memastikan bahwa setiap akun yang dibuat di ranah digital, termasuk media sosial serta komunitas dan forum diskusi online adalah milik seorang manusia nyata. Ini dapat membantu mengurangi penyebaran berita palsu atau perilaku beracun secara online.
Di sektor e-commerce, Proof of Human dapat digunakan untuk memverifikasi bahwa pembeli dan penjual adalah seorang manusia nyata. Hal ini dapat meningkatkan keamanan dan kenyamanan transaksi dan membangun kepercayaan antara kedua belah pihak. Sebagai contoh, teknologi ini memungkinkan pencegahan fenomena calo tiket konser yang memanfaatkan bot untuk memborong tiket.
Pemerintah dan organisasi publik juga dapat memanfaatkan teknologi ini untuk memastikan bahwa layanan mereka hanya diakses oleh individu yang berhak, misalnya dalam pemilu elektronik atau sistem Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) untuk distribusi bantuan sosial.
Tantangan
Meskipun menawarkan banyak manfaat, penerapan Proof of Human menghadapi beberapa tantangan yang perlu diatasi. Salah satunya adalah kekhawatiran bahwa proses verifikasi akan melibatkan pengumpulan data pribadi.
Oleh karena itu, penting bagi pengembang untuk memastikan verifikasi keaslian manusia benar-benar dilakukan secara anonim dengan memanfaatkan standar industri, seperti Secure Multiparty Computation (SMPC), Zero Knowledge Proofs (ZKP), serta berbagai mekanisme efektif lainnya.
Secure multi-party computation (SMPC) adalah suatu protokol atau mekanisme di mana beberapa partisipan dapat secara bersama-sama melakukan komputasi pada data pribadi masing-masing, tanpa mengungkapkan informasi apa pun kepada satu sama lain. Teknologi ini memungkinkan para pihak untuk melakukan komputasi suatu fungsi sambil mempertahankan kerahasiaan masukan mereka, bahkan ketika bekerja sama dalam suatu tugas bersama.
Sementara teknologi Zero-Knowledge Proof (ZKP) merupakan salah satu konsep penting dalam bidang keamanan informasi dan privasi, yang memungkinkan pengguna untuk membuktikan kebenaran suatu pernyataan, tanpa mengungkapkan informasi pribadi yang sensitif.
Tentu saja diperlukan edukasi terhadap masyarakat untuk memanfaatkan teknologi ini. Edukasi ini penting untuk menghilangkan skeptisisme masyarakat dan meningkatkan pemahaman mengenai bagaimana teknologi ini bekerja, mulai dari tahap verifikasi hingga pemanfaatannya.
Tantangan lainnya adalah tidak semua orang memiliki akses ke perangkat atau teknologi yang mendukung Proof of Human. Oleh karena itu, solusi ini harus dirancang agar inklusif dan mudah diakses oleh semua kalangan.
Melihat potensi besar dari teknologi ini, masa depan Proof of Human tampak cerah. Teknologi ini memungkinkan kita menciptakan ekosistem digital yang lebih aman, nyaman, dan inklusif.
Dengan terus berkembangnya kecerdasan buatan dan teknologi blockchain, proses verifikasi keaslian manusia dapat menjadi lebih efisien dan aman. Selain itu, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat akan memainkan peran penting dalam memastikan adopsi teknologi ini secara luas.
Hanya saja, seperti halnya inovasi lainnya, keberhasilan Proof of Human sangat bergantung pada bagaimana kita mengatasi tantangan yang ada dan memastikan bahwa teknologi ini benar-benar memberikan manfaat bagi semua pihak.
*) Ardi Sutedja K adalah pemerhati dan praktisi keamanan dan ketahanan, Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF)
Copyright © ANTARA 2025