Jakarta (ANTARA) - Generasi muda hari ini tumbuh di tengah derasnya arus globalisasi yang menawarkan berbagai pilihan gaya hidup, makanan, dan budaya.
Namun, justru di tengah keterbukaan tersebut, ada peluang besar untuk memperkuat kembali akar identitas bangsa melalui pangan lokal dan budaya nusantara. Bukan hanya soal makan, tetapi bagaimana pangan tradisional dapat dibudayakan menjadi bagian dari keseharian Gen Z.
Inilah yang sebetulnya sedang diupayakan lewat berbagai gerakan masyarakat, salah satunya melalui ajang seperti Festival Panen Raya Nusantara (PARARA) 2025 yang digelar di Jakarta beberapa waktu lalu.
Meski hanya dua hari, festival ini menjadi contoh bagaimana ruang pertemuan antara pangan lokal, tradisi nusantara, dan generasi muda bisa tercipta.
Sejak 2015, PARARA konsisten menjadi wadah bagi komunitas adat, produsen pangan sehat, hingga pengrajin dari seluruh nusantara untuk memperkenalkan produk mereka.
Pada 2025, lebih dari 16 komunitas ikut terlibat, membawa pangan lokal, kerajinan, hingga fesyen berbasis kain tradisional.
Hal terpenting dari event tersebut bukanlah keramaian acaranya, melainkan pesan mendalam bahwa pangan nusantara bukan sekadar komoditas yang dikonsumsi sesekali, tapi juga warisan budaya yang harus terus dirawat agar menjadi tradisi hidup generasi muda.
Format yang kini lebih kekinian memang sengaja dihadirkan agar Gen Z merasa dekat, tidak canggung, dan akhirnya tertarik menjadikan pangan dan budaya lokal bagian dari gaya hidupnya.
Menariknya, pertemuan lintas generasi di ajang ini terlihat jelas. Salah satunya melalui karya desainer muda dari LaSalle School Jakarta yang menghadirkan koleksi pakaian bertema Hybrid.
Meski berbicara soal fesyen, pesan yang lahir tetap sama yakni bagaimana warisan nusantara dapat hadir dalam keseharian anak muda tanpa kehilangan sisi modernitasnya.
Tenun Biboki asal Nusa Tenggara Timur, misalnya, dipadukan dengan bahan modern seperti organza, lame, atau taffeta, membentuk identitas baru yang tak terputus dari tradisi.
Kisah serupa juga hadir dari Papua, lewat tangan seorang pengrajin noken bernama Teresia Kopon. Di sela festival, ia mengajarkan cara menggulung benang kulit kayu kepada anak-anak muda.
Baca juga: Festival Panen Raya Nusantara dorong kesadaran konsumsi pangan lokal
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.