Jakarta (ANTARA) - Gejolak ekonomi global seperti krisis energi, pandemi COVID-19, dan ketegangan geopolitik di berbagai belahan dunia telah menciptakan tekanan besar terhadap sistem fiskal negara-negara di dunia, termasuk Indonesia.
Ketidakpastian global ini menimbulkan tantangan dalam menjaga stabilitas fiskal, memastikan keberlanjutan pembangunan, serta melindungi kelompok rentan di tengah keterbatasan fiskal.
Untuk itu, diperlukan suatu kerangka strategi yang komprehensif dan sistematis dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan fiskal guna merespon kondisi ekonomi global yang fluktuatif. Negara-negara dituntut untuk merumuskan strategi pengelolaan fiskal yang adaptif dan berkelanjutan.
Konsep Strategic Diamond yang dikembangkan oleh Hambrick & Fredrickson (2001) dapat menjadi pendekatan yang relevan dan aplikatif dalam membangun strategi fiskal Indonesia di tengah gejolak global.
Strategic diamond adalah konsep yang menjawab kegelisahan mengenai formulasi strategi yang baik, menyeluruh atau komprehensif, integratif, dengan meliputi aspek-aspek dasar dalam membangun dan mengeksekusi strategi yang efektif.
Terdapat lima elemen dalam konsep strategi tersebut. Pertama, Arenas yang menjelaskan di mana organisasi akan beroperasi, dalam konteks fiskal mencakup sektor-sektor prioritas yang menjadi fokus belanja dan penerimaan negara. Kedua, Vehicles, menjelaskan bagaimana organisasi akan sampai ke tujuan tersebut, dalam konteks ini adalah instrumen kebijakan fiskal yang digunakan.
Ketiga, Differentiators, menjelaskan apa yang membuat strategi tersebut unik dan unggul dibandingkan dengan strategi negara lain. Empat, Staging, berkaitan dengan urutan dan waktu implementasi strategi. Lima, Economic Logic, menjelaskan logika ekonomi yang mendasari strategi, bagaimana strategi ini dapat menciptakan nilai dan efisiensi.
Dalam pemerintahan saat ini diperkenalkan konsep strategic diamond, yaitu empat institusi kunci: Kemenkeu, Kementerian PPN/Bappenas, KemenPANRB, dan Sekretariat Negara yang memegang peran vital dalam menjabarkan visi dan misi Presiden ke dalam program prioritas nasional.
Pemahaman mengenai penerapan konsep strategic diamond dalam pengelolaan fiskal dapat membuka wawasan mengenai peran dan tanggung jawab negara dalam mengelola fiskal secara berkelanjutan khususnya dalam konteks pengelolaan keuangan negara yang prudent dan akuntabel.
Baca juga: Tugas Ditjen Strategi Ekonomi dan Fiskal, pilar baru keuangan negara
Penerapan dalam strategi fiskal Indonesia
Dalam praktiknya, penerapan strategi tersebut dalam memperkuat strategi fiskal Indonesia dapat dilakukan dengan cara seperti ini:
Elemen Arenas, dengan menempatkan sektor-sektor strategis sebagai arena utama dalam strategi fiskalnya.
Reformasi perpajakan menjadi prioritas, tidak hanya untuk meningkatkan penerimaan, tetapi juga memperluas basis pajak secara adil dan inklusif. Belanja negara diarahkan pada sektor yang memiliki multiplier effect tinggi seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Dalam konteks subsidi, kebijakan difokuskan pada peningkatan efektivitas dan ketepatan sasaran, terutama untuk energi dan pangan guna menjaga daya beli masyarakat miskin.
Elemen Vehicles melalui berbagai kebijakan sebagai kendaraan untuk mencapai tujuan fiskal. Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) menjadi tonggak penting reformasi perpajakan nasional. Pemerintah juga mendorong digitalisasi administrasi perpajakan melalui implementasi e-faktur, e-bupot, dan pengembangan core tax system. Selain itu, Indonesia aktif dalam kerja sama internasional, seperti dalam kerangka Global Forum on Transparency dan Inclusive Framework on BEPS untuk meningkatkan transparansi dan keadilan sistem perpajakan global.
Differentiators meliputi strategi fiskal Indonesia memiliki keunggulan tersendiri, antara lain ketahanan fiskal yang cukup baik pasca-pandemi COVID-19. Rasio utang terhadap PDB Indonesia pada akhir 2024 tercatat sebesar 38 persen, masih dalam batas aman. Di sisi lain, upaya digitalisasi fiskal yang dilakukan secara agresif dan sistematis menjadi keunggulan dalam meningkatkan efisiensi dan kepatuhan pajak.
Staging melalui strategi fiskal yang disusun secara bertahap. Dalam jangka pendek, fokus utama adalah memperluas basis pajak dan memperkuat belanja sosial untuk pemulihan ekonomi. Pada jangka menengah, pemerintah berkomitmen mengarahkan fiskal ke transformasi ekonomi hijau dan pembangunan berkelanjutan. Sedangkan dalam jangka panjang, strategi fiskal diarahkan pada konsolidasi fiskal dengan target defisit anggaran di bawah 3 persen dari PDB.
Economic Logic yang mendasari strategi ini adalah penciptaan ruang fiskal yang cukup untuk merespons krisis serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dengan memperluas basis penerimaan dan meningkatkan efisiensi belanja, Indonesia diharapkan mampu menjaga stabilitas makroekonomi sambil tetap menyediakan layanan publik yang berkualitas.
Baca juga: Pariwisata hijau: ekonomi sirkular untuk masa depan bumi
Kondisi perekonomian
Kondisi ekonomi Indonesia pada tahun 2024 mencerminkan ketahanan fiskal yang cukup kuat di tengah tekanan global. Produk Domestik Bruto (PDB) tumbuh sebesar 5,2 persen, yang mencerminkan keberhasilan pemulihan ekonomi pascapandemi dan respons fiskal yang adaptif.
Tingkat inflasi tahunan yang terjaga pada angka 2,8 persen menunjukkan bahwa kebijakan moneter dan fiskal berjalan harmonis dalam menjaga stabilitas harga. Penerimaan negara, terutama dari sektor perpajakan, meningkat secara signifikan, dengan rasio penerimaan pajak terhadap PDB mencapai 10,4 persen, didorong oleh reformasi pajak dan digitalisasi sistem perpajakan.
Belanja negara yang mencapai Rp3.325 triliun dialokasikan secara strategis untuk mendukung program pemulihan ekonomi dan perlindungan sosial.
Sementara itu, defisit anggaran berhasil ditekan hingga 2,3 persen dari PDB, menandakan konsolidasi fiskal yang berjalan dengan baik tanpa mengganggu laju pertumbuhan. Secara keseluruhan, data ini memperlihatkan bahwa Indonesia mampu menjaga kinerja fiskalnya tetap solid meskipun dihadapkan pada ketidakpastian global yang tinggi.
Sedangkan dalam hal pengalaman berbagai negara dalam mengelola fiskal di tengah tekanan global, juga dapat menjadi cerminan dan inspirasi bagi Indonesia. Irlandia, misalnya, berhasil mengarahkan kebijakan fiskalnya untuk mendorong sektor teknologi dan inovasi melalui pemberian insentif pajak yang kompetitif serta kemudahan regulasi. Hasilnya, negara ini menjadi salah satu pusat teknologi di Eropa dan mengalami lonjakan penerimaan negara dari investasi asing langsung.
Selanjutnya Korea Selatan memberikan contoh bagaimana fleksibilitas belanja negara dan penerapan teknologi digital dapat meningkatkan efisiensi fiskal. Mereka mengembangkan sistem perpajakan berbasis kecerdasan buatan dan big data yang mampu meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan mempercepat proses administrasi fiskal.
Sementara itu, Chile menunjukkan pentingnya aturan fiskal yang berorientasi jangka panjang, yaitu dengan mengaitkan pengeluaran publik terhadap harga komoditas utama secara rata-rata dalam periode Panjang.
Chile mampu menjaga stabilitas anggaran dan menekan volatilitas fiskal meski menghadapi fluktuasi harga tembaga yang merupakan komoditas andalan mereka. Pembelajaran ini menunjukkan bahwa kombinasi inovasi, disiplin fiskal, dan adaptasi terhadap teknologi merupakan kunci keberhasilan dalam membangun sistem fiskal yang tangguh dan berkelanjutan.
Mengacu pada analisis kondisi fiskal domestik dan pembelajaran dari berbagai negara, Indonesia perlu merumuskan strategi fiskal yang lebih terintegrasi dan inovatif. Salah satu rekomendasi utama adalah memperkuat penerimaan negara melalui optimalisasi basis data perpajakan dan peningkatan pemanfaatan teknologi informasi. Pengawasan berbasis data akan membantu menekan praktik penghindaran pajak dan meningkatkan kepatuhan.
Selain itu, efektivitas belanja negara harus ditingkatkan melalui penerapan penganggaran berbasis hasil (result-based budgeting), yang memungkinkan evaluasi program berdasarkan dampak nyata terhadap masyarakat.
Pemerintah juga perlu menjajaki instrumen fiskal baru yang sejalan dengan agenda pembangunan berkelanjutan, seperti obligasi hijau (green bonds) dan pajak karbon. Instrumen ini tidak hanya menjadi sumber pendanaan alternatif, tetapi juga mengarahkan kebijakan fiskal ke arah yang lebih ramah lingkungan.
Lebih jauh, penerapan aturan fiskal (fiscal rule) yang kredibel menjadi penting untuk menjaga disiplin anggaran dan mencegah defisit struktural yang berlebihan.
Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan fiskal pun harus terus ditingkatkan, baik melalui keterbukaan data anggaran maupun pelibatan publik dalam proses perumusan kebijakan fiskal.
Kombinasi dari langkah-langkah ini akan memperkuat daya tahan fiskal Indonesia dalam menghadapi dinamika global yang kian kompleks.
Baca juga: Investasi hijau dan ekonomi sirkular dorong pariwisata berkelanjutan
*) Dr M Lucky Akbar SSos MSi adalah Kepala Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan Jambi
Copyright © ANTARA 2025