Jakarta (ANTARA) - Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) menyatakan prinsip kemanusiaan universal dan dialog merupakan solusi mengatasi persoalan pengungsi di Papua.
Direktur Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan Hak Asasi Manusia Kementerian HAM Munafrizal Manan menekankan yang dibutuhkan Papua bukan keberanian untuk saling membunuh, tetapi keberanian untuk saling berdialog di antara para pihak berkonflik.
"Banyak kasus konflik di dunia mengajarkan tidak ada penyelesaian konflik atau resolusi konflik tanpa kesediaan berdialog," sebut Munafrizal, seperti dikutip dari keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Adapun Kementerian HAM berkomitmen untuk terlibat secara intensif dalam upaya rekonsiliasi dan perdamaian di tanah Papua.
Baca juga: Dirjen Penguatan HAM: Pentingnya dengarkan aspirasi pengungsi Nduga
Selain itu, Kementerian HAM memandang persoalan pengungsi di sejumlah titik di Papua menjadi keprihatinan mendalam. Salah satu titik tempat pengungsi terdapat di Maybrat, Papua Barat Daya.
Maka dari itu, dalam rangka penanganan pengungsi di Kabupaten Maybrat, Papua Barat Daya, Kementerian HAM menggelar dialog dengan Wakil Gubernur Papua Barat Daya dan Wakil Bupati Maybrat serta Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di Sorong, Papua Barat, Rabu (23/4).
Munafrizal menegaskan siklus penderitaan di tanah Papua harus segera diakhiri. Disebutkan bahwa perasaan aman, adil, sejahtera, dan bahagia warga Papua akan dapat terwujud dengan semangat kemanusiaan universal dan perdamaian abadi.
Menyangkut penanganan pengungsi, dia memaparkan sejumlah langkah terukur diperlukan. Dalam jangka pendek harus dipastikan kebutuhan hidup dasar dan hak-hak asasi para pengungsi di Papua dipenuhi oleh negara.
Baca juga: Kementerian HAM-Pemprov PBD bahas pemulangan pengungsi di Maybrat
Kemudian untuk jangka menengah, tambahnya, perlu upaya dan persiapan agar para pengungsi dapat kembali ke tempat tinggal asalnya dengan aman dan dapat menjalani kehidupan normal dengan damai.
"Pada akhirnya pengentasan persoalan pengungsi di Papua mensyaratkan spiral kekerasan harus dihentikan agar tercipta kehidupan aman dan damai di tanah Papua," tuturnya.
Hingga kini, sebanyak 1.048 kepala keluarga (KK) yang mengungsi dari Distrik Aifat Selatan dan Distrik Aifat Timur Raya telah pulang kembali. Sebelumnya, pascakonflik sosial terakhir tahun 2022, terdapat 1.220 KK yang menjadi pengungsi.
Dia pun mengapresiasi penanganan pengungsi yang selama ini dikerjakan Pemerintah Kabupaten Maybrat sehingga sebagian besar pengungsi dapat kembali ke kampung halaman mereka masing-masing.
"Anak-anak Papua berhak memperoleh masa depan kehidupan lebih baik. Sungguh tega dan tidak adil membuat masa depan mereka terombang-ambing dan tak menentu akibat konflik yang tidak berakhir," kata Munafrizal menambahkan.
Dalam dialog itu, kedua belah pihak juga membahas seputar pelaksanaan program makan bergizi gratis (MBG) berkaitan dengan hak anak atas makanan bergizi.
Staf Khusus Menteri HAM Bidang Isu Strategis Fajrimei Gofar menuturkan perlu ada perlakuan khusus dalam pelaksanaan MBG di Papua Barat Daya.
"Karena kondisi Papua Barat Daya ini memang secara geografis terdiri dari pulau-pulau kecil dan masyarakatnya tidak terkonsentrasi di satu wilayah sehingga perlu upaya khusus dalam mengimplementasikan program MBG," kata Fajrimei.
Baca juga: PBD dan kabupaten kolaborasi pulangkan pengungsi di Maybrat
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025