Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin) Budiman Sudjatmiko mendesak PT Citratama Selaras (CTS) di Jimbaran, Bali, segera mengembalikan 31 hektare (Ha) tanah adat ke negara mengingat status hak guna bangunan (HGB) tanah tersebut sudah lama berakhir.
"Sudah berkali-kali Pak Prabowo Subianto mengatakan kita selama ini menganut serakahnomik, tamaknomik, rakusnomik. Ini jelas ada keserakahan, ada penderitaan hak masyarakat atas pencarian kepastian hukum status tanah yang sebagian milik adat. Komitmen Pak Presiden adalah pengentasan kemiskinan dan keadilan sosial. Sementara ada ketidakadilan yang sudah cukup lama. Dan secara hukum tidak ada kejelasan, padahal secara hukum kemungkinan besar kalau (tidak) diperpanjang (status HGB) harus dikembalikan ke negara untuk kesejahteraan rakyat," kata Budiman Sudjatmiko di Jakarta, Kamis.
Hal itu dikatakannya saat menerima kedatangan Kepala Desa Adat Jimbaran Anak Agung Made Rai Dirga.
Baca juga: Kejati Bali periksa dua saksi kasus OTT Bendesa Adat
Agung Dirga menyampaikan kepada Budiman Sudjatmiko mengenai persoalan sengketa tanah yang sudah berlangsung lebih dari 30 tahun.
Masalah ini berawal pada tahun 1990-an saat 31 Ha tanah adat Desa Jimbaran dijual dengan status HGB kepada PT Citratama Selaras (CTS).
Saat itu masyarakat adat hanya mendapatkan kompensasi sebesar Rp35 juta, padahal harga tanah saat itu Rp7 juta per meter persegi.
Menurutnya, status HGB tanah tersebut berakhir pada 2019.
"Ketika HGB tanah adat berakhir, desa adat tidak diberitahu apakah diperpanjang atau tidak. Kan seharusnya ketika HGB itu berakhir diberitahukan dong ke adat," kata Agung Dirga.
Baca juga: Kejati Bali tetapkan Bendesa Adat Berawa jadi tersangka
Agung Dirga pun mendesak pihak CTS untuk segera mengembalikan tanah adat mengingat kondisi masyarakat adat yang miskin di tengah lokasi turisme yang megah di Jimbaran.
Agung Dirga mencatat sekurangnya ada 300 kepala keluarga yang terdampak akibat sengketa tanah adat ini.
"Mereka tidak bisa bertani, tidak bisa melaut, aksesnya terputus, ada pura di tanah itu tapi sudah dipagar sehingga (masyarakat) tidak bisa masuk untuk beribadah. Jadi ada kantong kemiskinan di tengah-tengah wilayah yang banyak sekali hotel-hotel, tempat-tempat turisme," kata Anak Agung Made Rai Dirga.
Tanah adat yang menjadi sengketa tersebut kini dikembangkan oleh PT Citratama Selaras untuk proyek Jimbaran Hijau.
Baca juga: Menteri ATR: 850 ribu hektare tanah Kalsel potensial jadi tanah ulayat
Baca juga: Kementerian ATR/BPN jadikan tanah adat di Jembrana untuk pertanian
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.