Jakarta (ANTARA) - Pengamat mata uang Ibrahim Assuabi mengatakan penguatan nilai tukar (kurs) rupiah, karena Purchasing Managers Index (PMI) Jasa Amerika Serikat (AS) dan tingkat keyakinan konsumen AS pada Februari 2025 lebih lemah dari perkiraan.
Tercatat, PMI Jasa AS sebesar 49,7 atau lebih rendah dari perkiraan yang sebesar 53 dan tingkat keyakinan konsumen AS, menurut Michigan Consumer Sentiment, sebesar 64,7 dari sebelumnya 71,1.
"Hal ini mendorong meningkatnya kekhawatiran bahwa belanja swasta yang merupakan pendorong utama ekonomi terbesar di dunia (akan) melambat di tengah tekanan dari inflasi yang kuat dan suku bunga yang relatif tinggi," ucapnya dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin.
Faktor lain terkait pembicaraan untuk mengakhiri perang Rusia di Ukraina. Para pemimpin Uni Eropa disebut akan bertemu untuk pertemuan puncak luar biasa pada tanggal 6 Maret 2025 guna membahas dukungan tambahan terhadap Ukraina dan jaminan keamanan Eropa.
"Ini terjadi setelah Presiden AS Donald Trump memulai pembicaraan dengan Rusia untuk mengakhiri perang, tetapi tanpa mengundang Ukraina atau Uni Eropa ke meja perundingan. Seorang diplomat senior Rusia mengatakan tim Rusia dan AS berencana untuk bertemu minggu ini untuk membahas peningkatan hubungan," kata Ibrahim.
Nilai tukar rupiah (kurs) pada penutupan perdagangan hari Senin di Jakarta menguat 35 poin atau 21 persen menjadi Rp16.278 per dolar Amerika Serikat (AS) dari sebelumnya Rp16.313 per dolar AS.
Adapun Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada hari ini justru melemah ke level Rp16.303 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.300 per dolar AS.
Baca juga: Rupiah berpotensi menguat seiring data ekonomi AS melemah
Baca juga: Rupiah pada Senin pagi menguat jadi Rp16.309 per dolar AS
Baca juga: BI: Modal asing masuk bersih Rp7,58 triliun pada pekan ketiga Februari
Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2025