Rencana Israel bangun 'kota kemanusiaan' Gaza ditentang militernya

2 months ago 22

Istanbul (ANTARA) - Rencana kontroversial Israel untuk membangun apa yang disebut sebagai "kota kemanusiaan" bagi warga Palestina di Gaza selatan dikabarkan gagal akibat penolakan dari militer, demikian dilaporkan media lokal pada Senin (15/7).

Pekan lalu, pemerintah Israel mengumumkan rencana relokasi seluruh penduduk Gaza ke zona baru di atas reruntuhan Kota Rafah.

Menurut kepala pertahanan Israel, Israel Katz, warga Palestina Gaza akan ditempatkan di zona tersebut, dan dari sana mereka akan “diizinkan” untuk beremigrasi ke negara lain.

Rencana tersebut menuai kecaman luas secara global, termasuk dari PBB dan kelompok-kelompok hak asasi manusia yang menyebutnya sebagai bentuk pemindahan paksa terhadap warga Palestina.

Para pemimpin oposisi Israel juga mengecam proposal yang diperkirakan menelan biaya hingga 4 miliar dolar AS (sekitar Rp64,92 trilyun) itu. Mereka menyamakannya dengan kamp konsentrasi karena dinilai akan menahan atau memenjarakan warga Palestina secara massal di suatu tempat tertutup tanpa proses hukum yang sah.

Sementara itu, militer Israel turut menyampaikan penolakan, dengan alasan bahwa proyek tersebut dapat merusak upaya yang tengah berlangsung untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan dengan pihak Palestina.

Menurut laporan Channel 12 Israel, kepala otoritas Israel Benjamin Netanyahu memimpin rapat kabinet yang memanas pada Minggu malam, di mana ia memutuskan untuk membatalkan rencana tersebut.

“Saya meminta rencana yang realistis,” ujar Netanyahu kepada Kepala Staf Eyal Zamir, sambil memerintahkan agar disiapkan alternatif yang “lebih murah dan lebih cepat” paling lambat besok.

Dalam pertemuan itu, Zamir berselisih dengan Netanyahu dan kepala urusan keuangan sayap kanan Bezalel Smotrich. Ia memperingatkan bahwa rencana tersebut dapat mengganggu tujuan utama militer Israel di Gaza.

Militer berpendapat bahwa pembangunan kota baru untuk memusatkan warga Palestina akan memakan waktu berbulan-bulan, bahkan bisa mencapai satu tahun.

Militer juga khawatir kelompok Hamas akan menafsirkan proyek ini sebagai tanda bahwa Israel hanya ingin mencapai kesepakatan sementara dan akan kembali melanjutkan perang setelah gencatan senjata.

Meski dunia internasional menyerukan gencatan senjata, militer Israel tetap melancarkan serangan brutal ke Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023. Serangan tersebut telah menewaskan lebih dari 58.000 warga Palestina, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak.

Pemboman tanpa henti ini juga menghancurkan wilayah Gaza, memicu kelangkaan pangan, dan menyebarkan penyakit.

Pada November lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan kepala pertahanan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

Israel juga sedang menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) atas agresinya di wilayah kantong tersebut.

Sumber: Anadolu

Baca juga: Israel berencana pertahankan pasukan militer di dekat Rafah

Baca juga: Aktivis Freedom Flotilla kirim kapal baru untuk dobrak blokade Gaza

Penerjemah: Yoanita Hastryka Djohan
Editor: Primayanti
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |