Jakarta (ANTARA) - PT Paramount Land mengajukan permohonan keberatan penyitaan aset terkait kasus korupsi tata timah berupa rumah toko (ruko) senilai Rp30,23 miliar ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu, Juru Bicara PN Jakarta Pusat Andi Saputra menjelaskan keberatan tersebut terkait dengan penyitaan aset pada putusan pemilik manfaat CV Venus Inti Perkasa (VIP) dan PT Menara Cipta Mulia (MCM) Tamron alias Aon.
"Sidang perdana keberatan sudah digelar hari ini dengan ketua majelis Adek Nurhadi, yang beragendakan pemeriksaan legal standing," kata Andi.
Ruko Maggiore Business Loft seharga Rp30,23 miliar yang diajukan keberatan tersebut dibeli Tamron menggunakan nama sang istri, yakni Kian Nie.
Andi menuturkan sidang akan dilanjutkan dengan agenda jawaban dari Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Selasa (11/11).
Kemudian, pada Senin (17/11) dengan agenda pembuktian dari pihak pemohon serta pada Selasa (18/11) dengan agenda pembuktian dari pihak Kejagung.
Dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah pada tahun 2015–2022, vonis Tamron telah diperberat menjadi 18 tahun penjara dari 8 tahun penjara, oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Sementara untuk pidana denda, majelis hakim menetapkan besaran denda yang sama seperti vonis PN Jakarta Pusat, yakni Rp1 miliar, namun dengan pidana pengganti (subsider) yang lebih ringan apabila denda tersebut tidak dibayarkan, yakni pidana kurungan selama 6 bulan.
Begitu pula dengan pidana tambahan berupa uang pengganti yang harus dibayarkan, tetap sama seperti vonis sebelumnya, yakni Rp3,54 triliun, tetapi dengan ketentuan subsider yang lebih berat, yakni pidana penjara selama 10 tahun.
Perbuatan Tamron telah terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan kesatu primer.
Ia juga terbukti pula secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU), sehingga melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, sebagaimana dakwaan kedua primer.
Tamron dinyatakan bersalah karena terlibat dalam kasus korupsi timah yang merugikan negara senilai Rp300 triliun.
Selain itu, Tamron turut diduga melakukan TPPU dari uang korupsi yang diterimanya dalam kasus tersebut sebesar Rp3,66 triliun, antara lain untuk membeli alat berat, obligasi negara, hingga ruko.
Dalam kasus tersebut, Tamron bersama-sama dengan General Manager Operational CV VIP dan PT MCM Achmad Albani, Direktur Utama CV VIP Hasan Tjhie, serta pengepul bijih timah (kolektor) Kwan Yung alias Buyung melalui CV VIP dan perusahaan afiliasinya, yaitu CV Sumber Energi Perkasa, CV Mega Belitung, dan CV Mutiara Jaya Perkasa, terbukti telah melakukan pembelian dan/atau pengumpulan bijih timah dari penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.
Kegiatan itu turut dilakukan bersama-sama dengan smelter swasta lainnya, di antaranya PT Refined Bangka Tin, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































