Jepara (ANTARA) - Penyidik Kepolisian Jawa Tengah mengungkapkan setidaknya ada 31 orang anak di bawah umur yang menjadi korban kejahatan predator seks berinisial "S" asal Desa Sendang, Kecamatan Kalinyamatan, Kabupaten Jepara.
"Sebelumnya kami menyebutkan ada 21 korban hasil temuan di HP (telepon genggam) tersangka, tetapi perkembangan terbaru ada 31 anak di bawah umur yang telah menjadi korban kejahatan predator seks tersebut," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jateng Komisaris Besar Polisi Dwi Subagio ditemui usai penggeledahan rumah tersangka di Desa Sendang, Kecamatan Kalinyamatan, Kabupaten Jepara, Rabu.
Menurut ia, jumlah korban masih bisa berubah jika melihat barang bukti yang diperoleh polisi dari rumah tersangka. Para korban predator seks ada yang berasal dari Jawa Timur, Semarang, Lampung, dan sebagian besar dari Kabupaten Jepara.
Bahkan, pelaku mengakui ada juga beberapa dokumen yang telah dihapus sehingga Polda Jateng juga akan menggunakan uji laboratorium forensik untuk membuka kembali data-data yang dihapus tersebut guna memastikan jumlah korbannya.
Para korban kejahatan predator seks itu diperkirakan berusia antara 12 tahun hingga 17 tahun. Sedangkan korban yang paling akhir ada yang masih duduk di bangku kelas XI SMA.
Baca juga: Korban kekerasan seksual di pesantren Semarang dapat pendampingan
Mengenai modus pelaku membujuk korbannya, Subagio mengatakan penyisik sedang dilakukan pendalaman. Meskipun dalam melakukan aksinya, pelaku menggunakan media sosial dan merayu korbannya untuk membuka pakaian yang dikenakan.
"Jika tidak mau menuruti maka video yang direkam pelaku akan disebarkan sehingga korban ketakutan. Bahkan, ada 10 korban lebih yang melakukan pertemuan dan akhirnya disetubuhi," ujarnya.
Ia mengaku tidak nyaman sebenarnya mengungkapkan jumlah korban kejahatan predator seks asal Jepara itu. Namun, kasus ini juga perlu disampaikan karena untuk kepentingan semua masyarakat, terutama para orang tua yang memiliki anak perempuan agar mengontrol perilakunya dalam menggunakan media sosial, seperti Telegram dan WhatsApp.
"Pelaku dalam menjalankan aksinya menggunakan Telegram dan ditindaklanjuti dengan WhatsApp," ujarnya.
Baca juga: Melindungi anak dari kejahatan seksual
Dalam menjalankan aksinya, pelaku merekam korbannya sehingga akan dilakukan penyelidikan guna mengetahui masing-masing korbannya.
"Pelaku ini merupakan predator seks dan korbannya anak-anak kita sendiri. Saya juga tidak mau anak kita ini menjadi trauma dan jadi korban perundungan temannya. Bahkan ada yang mau bunuh diri," ujarnya.
Subagio menambahkan aksi kejahatan pelaku berlangsung sejak September 2024. Terungkapnya kasus tersebut berawal dari kerusakan HP salah satu korbannya, yang kemudian diperbaiki di jasa servis HP oleh ayah korban.
Setelah HP diperbaiki dan dihidupkan, ayah korban mengetahui kalau di telepon genggam pintar anaknya itu tersimpan data kasus kejahatan seksual itu dan selanjutnya melapor ke polisi.
Atas tindakannya itu, pelaku kejahatan seksual anak itu dijerat dengan Undang-Undang Pornografi yang ancaman hukumannya hingga 12 tahun penjara, selain juga Undang-Undang Perlindungan Anak, serta Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Baca juga: Lindungi anak dari kejahatan seksual dengan pendidikan sejak dini
Baca juga: Kak Seto: Orang tua harus jaga anak dari seksual "grooming online"
Pewarta: Akhmad Nazaruddin
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025