Jakarta (ANTARA) - Menggunakan transportasi tradisional pompong, dua orang berseragam biru dengan tulisan "Pokmaswas" berpatroli mengawasi lautan di sekitar Pulau Mapur di Kepulauan Riau.
Ketua Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Perisai Mapur Darmansyah menyebut kegiatan pengawasan itu bukan hal baru yang dilakukan oleh warga Desa Mapur, yang masuk dalam kawasan konservasi seluas 138.561 hektare yang ditetapkan pada 2022. Kegiatan itu sudah dimulai sejak 2004 ketika salah satu program yang didanai Bank Dunia memberikan pelatihan dan sosialisasi menjaga kelestarian perairan di sekitar desa.
Ketika program itu usai, Darmansyah, pria asal Pulau Seram di Maluku itu, kemudian bersama warga desa lain melanjutkan upaya pengawasan dengan modal sendiri. Hanya bermodalkan pompong milik warga, mereka melaut dengan tetap menjaga mata dan telinga agar selalu awas dengan keadaan sekitar, mewaspadai kegiatan asing yang dapat mengganggu ekosistem sekitar.
Kesadaran awal itu bukanlah tanpa dasar, penangkapan ikan secara berlebihan dan penggunaan alat tangkap yang merusak ekosistem tempat ikan berkembang biak mengancam mata pencaharian nelayan yang ditekuni banyak orang di desa dengan 250 kepala keluarga tersebut.
Tidak hanya ancaman dari penangkapan ikan berlebihan, wilayah di perairan sekitar Pulau Mapur, yang masuk dalam kawasan Bintan, juga menghadapi potensi cemaran tumpahan minyak di perairan yang kemudian terbawa ke wilayah tersebut dan bahkan aktivitas pembuangan limbah B3.
"Awalnya susah. Tapi lambat laun masyarakat sudah mulai paham dengan adanya pengawasan, kita menjaga lingkungan kita, terumbu karang kita. Dari situ masyarakat sudah mulai merasakan dampaknya," kata Darmansyah.
Urgensi pengawasan kemudian semakin nyata ketika Kementerian Kelautan dan Perikanan secara resmi pada 2022 menetapkan kawasan konservasi di perairan yang berada di timur Pulau Bintan atau yang dikenal dengan nama Taman Wisata Perairan Timur Pulau Bintan.
Kawasan konservasi laut itu dibagi menjadi tiga area, dengan masing-masing memiliki tiga zona yaitu zona inti yang sangat dibatasi aktivitas di areanya dan berfungsi sebagai wilayah perlindungan habitat serta populasi. Terdapat pula zona pemanfaatan terbatas serta zona lain sesuai peruntukan kawasan.
Penetapan kawasan konservasi laut atau yang dikenal juga dengan istilah marine protected area (MPA) oleh pemerintah membantu meningkatkan kesadaran pentingnya menjaga kawasan tersebut. Karena kerusakan terumbu karang dan ekosistem lain di perairan tersebut memiliki relasi yang kuat dengan berkurangnya jumlah ikan yang dapat ditangkap di sekitar desa.
Hal itu juga berarti masyarakat desa terutama yang berprofesi sebagai nelayan harus melaut lebih jauh dari biasanya. Tidak hanya akan membebani fisik tapi juga biaya yang harus dikeluarkan untuk bahan bakar kapal.
Baca juga: KKP tambah 200 ribu hektare kawasan konservasi laut pada tahun 2025
Karena itu upaya menjaga kawasan terutama zona inti, yang menjadi daerah pemijahan dan ekosistem untuk menjamin kelangsungan hidup biota laut, kini menjadi salah satu prioritas warga Desa Mapur.
Menjaga kawasan konservasi berarti menjaga masa depan dan kehidupan warga desa, yang lahir besar dan ingin berdiam di sana sampai usia senja.

Peningkatan kapasitas
Seperti namanya, Pokmaswas merupakan kelompok masyarakat yang tidak memiliki kekuatan hukum untuk melakukan penindakan. Namun, mereka memiliki peran penting sebagai mata dan telinga mendukung pemerintah daerah dan pusat untuk menjaga kawasan koservasi.
Wakil Gubernur Kepulauan Riau Nyanyang Haris Pratamura menyampaikan, pemerintah daerah sadar betul peran penting yang dimiliki oleh masyarakat dalam menjaga kawasan perairan yang luas tersebut. Dinas Kelautan dan Perikanan tidak akan mampu mengawasi kawasan konservasi tersebut.
Apalagi mengingat Kepulauan Riau tengah menyiapkan 3 juta hektare wilayah perairannya untuk menjadi kawasan konservasi. Tiga wilayah sudah ditetapkan lewat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan, sedang tiga sisanya masih dalam proses untuk dapat dikukuhkan statusnya.
Dengan faktor tersebut, dukungan terhadap Pokmaswas dan penambahan kelompok kemudian dilihat sebagai salah langkah yang perlu diambil. Hingga kini, telah terbentuk 7 kelompok khusus yang berada di Taman Wisata Perairan Timur Pulau Bintan, empat di antaranya baru dibentuk.
Baca juga: Menjelajahi ketenangan Tanjungpinang dan Bintan
Pemprov Kepulauan Riau menyadari bahwa perlu memberikan dukungan yang maksimal kepada masyarakat di sekitar kawasan konservasi tersebut, terutama yang tergabung dalam Pokmaswas. Pihaknya kemudian melibatkan pemangku kepentingan lain termasuk dari Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) dan Konservasi Indonesia (KI).
Harapannya, dengan pelibatan pemangku kepentingan di luar pemerintah daerah, Pokmaswas dapat ditingkatkan kapasitasnya dan beroperasi dengan lebih teratur dan terarah. Salah satunya dengan penyelenggaraan pelatihan patroli pintar dan kegiatan pertemuan peningkatan kapasitas kelompok.
Senior Ocean Program Advisor Konservasi Indonesia (KI) Victor Nikijuluw mengatakan pelibatan masyarakat di kawasan konservasi laut memang menjadi salah satu fokus yang harus terus didorong. Hal itu karena dalam banyak kasus kawasan pulau-pulau kecil tidak memiliki tiga faktor penting untuk menjaganya yaitu personel, fasilitas dan dana.
Keterlibatan masyarakat kemudian tidak hanya harus difasilitasi, tapi juga diberikan payung konservasi untuk semakin menguatkan keinginan mereka untuk menjaga lingkungan sekitar.
KI bersama Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau kemudian berusaha memulai hal tersebut dengan mendukung revitalisasi praktik kearifan lokal yang sudah dilakukan oleh masyarakat sekitar. Termasuk menghindari penggunaan alat tangkap yang merusak ekosistem.
Yang kedua, memastikan kesejahteraan kesejahteraan masyarakat termasuk mendukung pemberdayaan kelompok sadar wisata (pokdarwis) di Pulau Mapur dengan pelatihan untuk pemasaran pariwisata, pengolahan produk perikanan dan penguatan rantai produksi.
Bersama pemangku kepentingan lain, tengah didorong juga agar resort yang berada di area kawasan konservasi tersebut juga menjadi bagian dari pengembangan ekonomi masyarakat lokal.
Khusus untuk Pokmaswas, dukungan pelatihan diberikan termasuk untuk melakukan pengawasan dan pelaporan secara teratur. Pokmaswas Perisai Mapur mendapat dukungan supaya bisa rutin berpatroli. Ada jadwal agar setiap Jumat rutin ada patroli bersama.
Hasil pengawasan bersama titik koordinat lokasinya kemudian dicatatkan ke dalam buku laporan yang difoto dan dikirim ke Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Riau. Dukungan diberikan juga dengan membantu mengkoordinasikan pertemuan antara Pokmaswas, aparat penegak hukum dan pemerintah daerah.
Sudah berjalan tiga tahun terakhir, dukungan dari berbagai pihak tersebut diharapkan dapat berkelanjutan sehingga pada akhirnya masyarakat dapat bergerak secara mandiri.
Langkah itu penting mengingat masyarakat yang berada di pulau-pulau kecil yang berada di kawasan konservasi tersebut merupakan garda terdepan untuk menjaga laut.
Baca juga: YKAN ingatkan pendataan penting untuk pastikan perikanan berkelanjutan
Editor: Sapto Heru Purnomojoyo
Copyright © ANTARA 2025