Gubernur Wayan Koster tak mau ada preman berkedok ormas di Bali

6 hours ago 3
Badung adalah jantung pariwisata, kita tak bisa membiarkan ruang publik dirusak perilaku liar berkedok organisasi.

Badung (ANTARA) - Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan bahwa pihaknya tidak mau membiarkan kehadiran preman berkedok organisasi masyarakat (ormas) di Bali.

Hal ini disampaikan saat peresmian Bale Paruman Adhyaksa dan Bale Restorative Justice merespons viralnya kabar kehadiran ormas di Bali.

"Bentuknya ormas, tetapi kelakuannya preman, ini tidak bisa dibiarkan," kata Koster di Kabupaten Badung, Kamis (8/5).

"Badung adalah jantung pariwisata, kita tak bisa membiarkan ruang publik dirusak perilaku liar berkedok organisasi," sambungnya.

Diketahui bahwa sepekan terakhir muncul ormas Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya di Bali yang menjadikan Yosef Nahak sebagai ketua, bahkan mereka telah membentuk keanggotaan di Kabupaten Tabanan.

Gubernur Koster lantas menegaskan bahwa saat ini yang semestinya dilakukan adalah mengembalikan kekuatan penyelesaian masalah ke akar budaya, yaitu desa adat, bukan justru memanfaatkan organisasi yang meresahkan.

"Siapa pun yang menyalahgunakan nama organisasi untuk meresahkan masyarakat, akan berhadapan langsung dengan adat dan negara, jangan anggap enteng kekuatan budaya Bali," ujarnya.

Koster mengingatkan ada peran sistem keamanan terpadu desa adat (sipandu beradat) yang berisi aparat keamanan serta pecalang di Bali.

Baca juga: Dudung sebut masalah ormas jadi perhatian Presiden

Baca juga: Wagub Giri tegaskan tak perlu ormas luar buat jaga Bali

Jika lembaga di dalamnya seperti pecalang sudah kuat, menurut dia, Bali tidak membutuhkan organisasi masyarakat yang membawa agenda tersembunyi berkedok ingin menjaga Bali.

Pemprov Bali melihat program Kejati Bali, yaitu menghadirkan Bale Paruman Adhyaksa dan Bale Restorative Justice, adalah contoh baik yang semestinya berkembang.

Bale Paruman Adhyaksa berbasis hukum adat digadang menjadi benteng baru yang sanggup menekan kriminalitas sosial tanpa harus menempuh jalur pengadilan.

"Ini bukan hanya urusan hukum, ini pertaruhan masa depan Bali," kata Koster.

Kepala Kejati Bali Ketut Sumedana menjelaskan bahwa bale paruman atau balai rapat bukan sekadar simbol, melainkan bentuk nyata revitalisasi hukum adat yang sudah terbukti menyelesaikan masalah atau konflik perdata dan sosial dengan cara damai.

"Kalau pidana, tentu ada batasan. Akan tetapi, konflik internal masyarakat bisa diselesaikan tanpa harus sampai ke penjara," ujarnya.

Kehadiran balai ini dianggap sebagai kearifan lokal yang menurut dia semestinya diperkuat sebab menekan permasalahan dan menjaga ketertiban.

"Dengan demikian, tidak perlu hadir preman berkedok ormas di tengah masyarakat," katanya.

Pewarta: Ni Putu Putri Muliantari
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |