Purwokerto (ANTARA) - Salah seorang pemohon uji materi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, M Mukhlis Rudi Prihatno mengatakan langkah pengajuan perkara ke Mahkamah Konstitusi (MK) dilakukan demi kepastian hukum dalam penyelenggaraan pendidikan dokter spesialis-subspesialis di Indonesia.
“Langkah uji materiil ini adalah ikhtiar konstitusional untuk memastikan pendidikan kedokteran tetap memiliki kepastian hukum, serta sejalan dengan sistem pendidikan tinggi sebagaimana diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi,” kata Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) itu di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Selasa.
Menurut dia, perkara Nomor 143/PUU-XXII/2025 yang diajukan bersama tiga pemohon lain yang terdiri atas unsur mahasiswa kedokteran, praktisi, dan akademisi, yakni Razak Ramadhan Jati Riyanto, M. Abdul Latif Khamdilah, serta dr M Hidayat Budi Kusumo SpB dengan didampingi tim kuasa hukum dari Kantor Advokat Nanang Sugiri SH & Partners itu telah resmi memasuki tahap pembuktian di MK.
Dalam hal ini, sidang pleno dengan agenda mendengarkan keterangan DPR dan Presiden (pemerintah) dijadwalkan akan digelar di Ruang Sidang Pleno Lantai 2, Gedung MK, Jakarta, pada hari Kamis, 2 Oktober 2025, pukul 13.30 WIB.
Baca juga: Galeri Investasi BEI gelar edukasi dorong minat investasi anak muda
Baca juga: Pegadaian resmikan The Gade Creative Lounge di Universitas Jenderal Soedirman
Baca juga: Akademisi sebut perlu regulasi tanggulangi radikalisme di kampus
Lebih lanjut, dia menilai Pasal 187 Ayat (4) dan Pasal 209 Ayat (2) UU Kesehatan yang memberikan kewenangan kepada rumah sakit pendidikan sebagai penyelenggara utama program pendidikan dokter spesialis berpotensi menimbulkan dualisme sistem.
Ia mengatakan ketentuan tersebut melahirkan dua jalur pendidikan, yakni university based dan hospital based, yang justru dapat merusak kesatuan sistem pendidikan nasional.
“Pendidikan kedokteran harus berada dalam satu sistem pendidikan tinggi,” katanya menegaskan.
Apabila dualisme dibiarkan, kata dia, dikhawatirkan akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan mengganggu kualitas pendidikan dokter spesialis maupun subspesialis.
Selain itu, lanjut dia, pasal yang diuji juga berpotensi bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945 mengenai hak atas kepastian hukum yang adil, serta Pasal 31 Ayat (3) UUD 1945 tentang hak atas satu sistem pendidikan nasional.
“Kami mengharapkan Mahkamah Konstitusi dapat menggali secara objektif seluruh argumentasi hukum yang disampaikan, sehingga lahir putusan yang memberikan keadilan bagi masyarakat luas, khususnya terkait marwah pendidikan dokter spesialis dan/atau subspesialis,” kata Mukhlis.
Pewarta: Sumarwoto
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.