Jakarta (ANTARA) -
Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai, pemangkasan anggaran Kementerian Pekerjaan Umum (PU) hingga 80 persen berpotensi menghambat daya saing ekonomi Indonesia ke depannya.
Sebab, sektor infrastruktur memegang peranan kunci guna menekan biaya logistik tanah air yang saat ini tergolong masih tinggi, yakni 24 persen dari produk domestik bruto (PDB).
“Ini tentunya sangat disayangkan, karena kita sedang mendongkrak efisiensi dan daya saing ekonomi, di mana biaya logistik kita masih yang tertinggi di kawasan, yaitu 24 persen dari PDB. Padahal, peran PU sangat penting dalam hal ini,” kata Wijayanto kepada ANTARA di Jakarta, Senin.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, Wakil Menteri PU Diana Kusumastuti membenarkan bahwa anggaran kementeriannya dipangkas sebesar 80 persen
Ia mengatakan, anggaran Kementerian PU dipangkas Rp81 triliun dari pagu anggaran 2025 sebesar Rp110 triliun mengikuti adanya Instruksi Presiden (Inpres) Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025.
Langkah pemerintah untuk memangkas anggaran belanja kementerian/lembaga (K/L) hingga Rp306 triliun ini dinilai bertujuan untuk menambal defisit program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Merespons hal ini, Wijayanto memandang bahwa sebenarnya langkah tersebut harus dipikirkan dengan matang.
Baca juga: Wamen PU: Pemangkasan anggaran pengaruhi proyek infrastruktur
“Makan Bergizi Gratis memerlukan dana Rp170 triliun, sementara itu pemerintah melakukan pemangkasan belanja hingga Rp306 triliun sehingga tidak salah jika muncul pandangan bahwa MBG adalah program Pak Prabowo yang harus jalan at whatever cost, termasuk dengan memangkas anggaran PU hingga 80 persen,” ujarnya.
Selain itu, pemangkasan anggaran Kementerian PU juga bakal berdampak terhadap upaya negara dalam mewujudkan swasembada pangan. Hal ini mengingat sektor infrastruktu penting untuk membangun dan memperbaiki sistem irigasi serta jalur logistik ke daerah penghasil pangan.
“Idealnya, jangan sampai semangat mewujudkan Makan Bergizi Gratis justru mengorbankan program lain yang lebih penting,” tuturnya.
Adapun lewat surat bernomor S-37/MK.02/2025 yang dikutip di Jakarta, Selasa, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan surat tersebut merupakan tindak lanjut Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025.
Guna mengakomodasi arahan tersebut, Sri Mulyani menetapkan 16 pos belanja yang perlu dipangkas anggarannya dengan persentase yang bervariasi, mulai dari 10 persen hingga 90 persen.
Rinciannya, pos belanja alat tulis kantor (ATK) diminta untuk diefisiensikan sebesar 90 persen; kegiatan seremonial 56,9 persen; rapat, seminar, dan sejenisnya 45 persen; kajian dan analisis 51,5 persen; diklat dan bimtek 29 persen; serta honor output kegiatan dan jasa profesi 40 persen.
Kemudian, percetakan dan suvenir 75,9 persen; sewa gedung, kendaraan, peralatan 73,3 persen; lisensi aplikasi 21,6 persen; jasa konsultan 45,7 persen; bantuan pemerintah 16,7 persen; pemeliharaan dan perawatan 10,2 persen; perjalanan dinas 53,9 persen; peralatan dan mesin 28 persen; infrastruktur 34,3 persen; serta belanja lainnya 59,1 persen.
Menteri/pemimpin lembaga diminta untuk menyampaikan rencana efisiensi kepada DPR dan melaporkan persetujuannya kepada menteri keuangan atau direktur jenderal anggaran paling lambat 14 Februari 2025.
Bila sampai batas waktu yang ditentukan menteri/pimpinan lembaga belum menyampaikan laporan revisi, maka Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) akan mencantumkan dalam catatan halaman IV A DIPA secara mandiri.
Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2025