Denpasar (ANTARA) -
Sebuah kedai kopi dan makanan ringan yang berada di Jalan Gatot Subroto, Denpasar, Bali sudah ramai pengunjung jelang jam makan siang saat akhir pekan itu.
Pengunjungnya sebagian besar anak-anak muda. Sembari menenteng telepon pintarnya, mereka antre untuk memesan sekaligus melakukan pembayaran melalui ponsel.
Antrean terbilang cepat terurai, salah satunya karena rata-rata pengunjung menggunakan pembayaran digital melalui Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS).
Seakan sudah menjadi tren atau gaya hidup terkini, sistem itu menawarkan kepraktisan. Hanya dengan memindai kode batang (barcode), saldo yang tersedia di dompet elektronik konsumen langsung dipotong sesuai harga barang yang dipesan.
Dengan cara instan itu, konsumen tak perlu lagi merogoh uang tunai dari dompet dan menunggu uang kembalian, yang terkadang bisa merepotkan baik pelaku usaha maupun konsumen itu sendiri.
Potret yang terjadi di kedai kopi itu menjadi salah satu contoh dari sekian banyak pelaku usaha di Bali atau daerah lain di tanah air yang sudah memanfaatkan transaksi digital.
Menurut Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, jumlah gerai usaha yang menggunakan QRIS saat ini di Pulau Dewata mencapai 959 ribu atau tumbuh 16 persen secara tahunan.
Dari jumlah tersebut, sekitar 96 persen di antaranya adalah pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Begitu juga jumlah penggunanya sudah lebih dari satu juta, dengan jumlah transaksi bulanan rata-rata mencapai 10,7 juta transaksi dan nominal mencapai Rp1,54 triliun.
Baca juga: Transaksi QRIS antarnegara di Bali tembus Rp1,38 miliar
Digitalisasi PAD
Besarnya volume dan nilai transaksi menggunakan digitalisasi di sektor UMKM mendorong inovasi pada layanan lain, salah satunya merambah level pemerintahan.
Kepala Perwakilan BI Bali Erwin Soeriadimadja mengungkapkan transaksi keuangan seluruh pemerintah daerah di Pulau Dewata yang berjumlah sembilan kabupaten/kota serta Pemerintah Provinsi Bali saat ini sudah digital.
Misalnya untuk pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB) dengan menggandeng lokapasar.
Begitu juga pembayaran pajak lainnya seperti pajak kendaraan bermotor hingga penerimaan retribusi daerah juga bisa diakses digital.
Pemerintah daerah pun dapat mendongkrak dan mengakselerasi pendapatan asli daerah (PAD) karena adanya akses yang memudahkan masyarakat, baik selaku konsumen maupun wajib pajak.
Begitu juga untuk transaksi pemerintah daerah di Bali yang menggunakan kartu kredit Indonesia (KKI) juga bergerak signifikan.
Berdasarkan data bank sentral itu, elektronifikasi transaksi pemerintah daerah (ETPD) di Bali pada 2023 awalnya hanya empat pemda yang menggunakan KKI dengan nominal transaksi mencapai Rp116 juta.
Kemudian pada 2024, EPTD untuk penggunaan KKI di Bali sudah 100 persen di sembilan kabupaten dan kota serta Pemerintah Provinsi Bali dengan nominal transaksi mencapai Rp2,23 miliar.
Meski begitu, berdasarkan data BI Bali per semester II-2024, dari aspek implementasi dan lingkungan strategis untuk kategori digital memang sudah 100 persen.
Namun, dari sisi realisasi baru empat kabupaten di Bali yang sudah di atas 80 persen yakni Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, Klungkung dan Pemprov Bali yang sudah 97,5 persen.
Sisanya, Kabupaten Tabanan, Jembrana dan Bangli realisasinya 45 hingga 55 persen.
Sedangkan realisasi di Kabupaten Buleleng dan Karangasem masing-masing 70 dan 72,5 persen, masih tergolong lebih baik dibandingkan tiba kabupaten sebelumnya.
Baca juga: Transaksi seluruh pemda di Bali sudah digital
Potensi Bali
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali memperkirakan jumlah penduduk usia tergolong produktif yakni rentang 15-64 tahun di Pulau Dewata mencapai sekitar tiga juta jiwa atau mendekati 70 persen dari total proyeksi populasi 4,4 juta pada 2024.
Jumlah populasi cukup besar dalam melek digital itu menjadi potensi menjanjikan sebagai pelaku maupun penerima manfaat digitalisasi, baik untuk transaksi keuangan maupun pelaku industri kreatif.
Sedangkan dari sisi infrastruktur penopang digitalisasi di Bali juga sebagian besar merata dan dapat diakses khususnya daerah pariwisata, perkotaan hingga perdesaan.
Perusahaan media dan internet Ookla menyebutkan wilayah di Indonesia dengan akses internet mobile tercepat adalah Bali mencapai 38,49 mega bit per detik (Mbps) pada semester I-2024.
Kemudian, Bank Dunia dalam laporan berjudul Pemanfaatan Teknologi Digital untuk Inklusi di Indonesia yang terbit pada 2021 mencatat proporsi rumah tangga di Bali dengan akses internet yang terlibat dalam perdagangan daring (e-commerce) diperkirakan mencapai kisaran di atas 10 persen hingga 15 persen.
Di sisi lain, BI mengungkapkan sebagai daerah tujuan wisata para pelancong dunia, Bali juga memiliki peran strategis mengenalkan transaksi QRIS lintas negara dan inovasi baru QRIS Tap yakni memanfaatkan teknologi telepon pintar dengan hanya mendekatkan perangkat ke mesin pembayaran.
Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Fitria Irmi Triswati mengungkapkan nilai transaksi QRIS lintas negara di Bali menembus Rp1,38 miliar dengan volume transaksi mencapai sekitar 6.500 kali transaksi pada Maret 2025.
Ada pun BUMD Bank BPD Bali sudah mengimplementasikan QRIS lintas negara yakni Thailand, Singapura dan Malaysia.
Kontribusi itu menjadikan bank pelat merah tersebut hingga saat ini sebagai bank daerah pertama dan satu-satunya yang sudah melaksanakan sistem pembayaran berbasis kode batang di luar Indonesia.

Baca juga: Pemprov Bali genjot digitalisasi pemasaran dan keuangan UMKM
Transformasi ekonomi
Berbicara digitalisasi tidak terlepas dari agenda besar transformasi ekonomi di Pulau Dewata.
Gubernur Bali Wayan Koster mengusung konsep ekonomi Kerthi Bali, yakni mengedepankan kemandirian ekonomi berbasis ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Tujuannya untuk memperbaiki struktur ekonomi Bali saat ini agar tidak selalu bertumpu pada sektor pariwisata.
Sektor ekonomi kreatif dan digital diharapkan menjadi salah satu dari enam penopang baru dalam transformasi ekonomi di Bali mengingat digitalisasi juga menjadi salah satu program prioritas pemerintah di Pulau Dewata.
Saat ini, mulai banyak bermunculan pelaku ekonomi kreatif berbasis digital di Bali yang didominasi anak-anak muda.
Contohnya mereka bergelut di bidang animasi yang mampu memproduksi belasan karya per tahun, kemudian kreator gim hingga ilustrator digital.
Dewa Gede Raka Jana Nuraga adalah salah satu di antara anak muda di Bali yang bergerak sebagai pencipta konten dan membuat desain berupa gambar-gambar unik.
Alih-alih hanya menjadi penonton media sosial berjam-jam, pria berusia 34 tahun itu dalam dua hingga tiga jam bisa menghasilkan hingga tiga konten dan desain.
Desain tersebut salah satunya berupa gambar yang sedang tren misalnya patung raksasa “Ogoh-ogoh” saat Hari Raya Nyepi, yang dicetak dalam kaus dan dipasarkan secara digital.
Ia bahkan bisa memperluas ekosistem dan pasar sendiri selain berkuat melalui digital.
Karya-karyanya kini banyak diunggah pada laman digital tertentu yang menghasilkan cuan berupa royalti, belum termasuk karya yang dipasarkan di lapak digital (market place online).
Pelaku industri kreatif itu sering disebut sebagai creativepreneur atau individu yang menjalankan bisnis berdasarkan ide dan kreativitas.
Di sisi lain, meski pemanfaatan digitalisasi terus bertumbuh namun ternyata masih menyisakan pekerjaan rumah khususnya di sektor UMKM.
Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Bali menyatakan, jumlah pelaku UMKM di Bali per Desember 2024 mencapai 448.434 usaha, atau naik 1,9 persen jika dibandingkan 2023.
Namun, baru sekitar 34 persen pelaku UMKM yang mengaplikasikan digitalisasi, misalnya dalam hal pemasaran hingga transaksi keuangannya.
Tantangan lain yang perlu terus menjadi perhatian adalah sisi lain dari digitalisasi terutama munculnya kejahatan siber.
Edukasi perlu terus digencarkan sebagai bentuk perlindungan konsumen agar mewaspadai risiko transaksi keuangan era digitalisasi.
Kemudian, perlu memperkuat regulasi, penerimaan digitalisasi dan mendorong infrastruktur digital yang lebih merata, hingga memastikan keandalan jaringan dan energi listrik yang juga memberi “nyawa” jaringan internet.
Tentunya kolaborasi dan inovasi menjadi kunci agar cita-cita menjadikan Bali pulau digital sepenuhnya terwujud dan tidak menjadi slogan semata.
Baca juga: BI: Transaksi ekonomi dan keuangan digital Februari 2025 tetap tumbuh
Editor: Sapto Heru Purnomojoyo
Copyright © ANTARA 2025