Pelaku "fashion" dukung pemanfaatan kapas asli Indonesia

3 weeks ago 4

Jakarta (ANTARA) - Pelaku fashion lokal Anastasia Setiobudi dari SukkhaCitta mengingatkan Indonesia memiliki potensi tanaman kapas asli dalam negeri yang disebut Kanesia yang bermanfaat untuk industri tekstil.

"(Kanesia) itu adalah identitas kita, itu adalah legasi kita, dan itu adalah pusaka kita, kenapa kita enggak coba melestarikan itu?," kata Anastasia saat ditemui di gerai SukkhaCitta, kawasan Senopati, Jakarta Selatan, Rabu.

Direktur Kreatif SukkhaCitta itu menjelaskan Kanesia tidak banyak digunakan secara komersil karena karakteristiknya yang berbeda dari kapas impor.

Kapas Kanesia tidak bisa menghasilkan benang yang terlalu halus, sehingga tidak cocok untuk produksi kain yang menuntut kehalusan tinggi seperti yang umumnya ada di pasar komersial.

"Jadi dia itu kalau dipilin jadi benang, enggak bisa terlalu halus dan masih tersisa bijinya, " kata Anastasia.

Namun, menurut Anastasia, kain yang dibuat dari Kanesia cenderung memiliki tekstur yang unik, seperti adanya serap-serap atau sisa-sisa biji kapas yang terlihat.

Karakteristik itu justru menjadi daya tarik tersendiri bagi SukkhaCitta dalam menciptakan produk fesyen yang otentik dan ramah lingkungan.

Dengan fokus pada kelestarian dan identitas budaya, SukkhaCitta berupaya membangkitkan kembali minat petani untuk membudidayakan Kanesia.

"Itu tuh maksudnya kenapa kapas itu kami gunakan dalam koleksi Pertiwi, koleksi busana yang baru diluncurkan hari ini. Karena kami memberdayakan petani untuk menanami itu secara tumpang sari di Jawa Timur," kata Anastasia.

Baca juga: Kemenperin tekankan kepatuhan industri tekstil, jaga daya saing RI

Anastasia mengatakan pihaknya juga sedang mendorong tim riset dan pengembangan untuk meneliti pemanfaatan sumber daya lokal itu lebih lanjut, termasuk mengedukasi petani untuk menanam kapas dengan sistem tumpang sari.

Tumpang sari adalah sistem penanaman lebih dari satu jenis tanaman pada satu bidang tanah dalam waktu yang sama.

Adapun selain kapas, lahan pertanian juga bisa menghasilkan tanaman produktif tekstil lainnya seperti cabai, tumbuhan indigofera (penghasil warna biru alami), dan masih banyak macam.

Manfaatnya, selain mengoptimalkan pemanfaatan lahan untuk meningkatkan produktivitas, dan pendapatan petani, juga bertujuan menyuburkan lahan.

"Jadi dengan dia ada cabai yang bersifat antihama. Terus ada misalnya pohon besar sebagai peneduh, mereka jadi saling merawat gitu. Dan sudah terbukti, tanah itu jadinya menyerap lebih banyak karbon (komponen esensial untuk meningkatkan kesuburan tanah, memperbaiki struktur dan daya serap air, serta mendukung kehidupan mikroba tanah)," kata Anastasia.

"Itulah yang sebenarnya kami inginkan. Dan persis seperti menyebarkan misi. Karena misi ini tidak bisa kami lakukan sendiri tapi mengajak yang lain dalam rangka keberlanjutan," kata Anastasia.

Lebih lanjut, pengusahaan sistem tumpang sari tanaman kapas itu telah dijalankan sejak 2020 oleh komunitas rantai pasok SukkhaCitta yang ada di Jawa Timur.

"Baru yang di Jawa Timur. Karena itu memang yang iklimnya paling cocok. Sebenarnya udah mulai di 2017, tapi baru benar-benar jalan di 2020," kata Anastasia lagi.

Baca juga: Mendag: Pakaian bekas impor rusak industri tekstil dalam negeri

Baca juga: Produsen bahan baku tekstil nyatakan siap penuhi kebutuhan nasional

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Indriani
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |