Jakarta (ANTARA) - Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University Dr Irfan Syauqi Beik menegaskan pentingnya memahami karakteristik zakat dan tidak menyamakan pengelolaannya dengan sistem bisnis berbasis keuntungan atau profit-oriented.
"Zakat memiliki dimensi spiritual, sosial ekonomi, dan politik. Maka sistem zakat tidak bisa dipaksakan tunduk pada logika bisnis yang profit-oriented, karena hakikatnya adalah maslahat-oriented, bahkan zero profit," katanya melalui keterangan di Jakarta, Kamis.
Irfan menekankan perlunya kehati-hatian dalam mengadopsi pendekatan komersial dalam pengelolaan zakat agar tidak kehilangan ruh dan esensi dasarnya.
Menurutnya, zakat bukanlah instrumen pasar bebas yang tunduk pada mekanisme kompetisi atau efisiensi seperti dalam dunia usaha.
Baca juga: Peneliti BRIN: Filantropi jadi modal sosial untuk kurangi kemiskinan
"Oleh karena itu, menurut saya, dalam konteks zakat, kita harus kembali ke prinsip-prinsip sistem zakat yang utuh. Seperti filosofi satu tubuh, di mana negara dan masyarakat berperan bersama," ujarnya.
Irfan juga menyoroti pentingnya membangun integrasi ekosistem zakat yang melibatkan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dan berbagai lembaga zakat lainnya secara selaras.
Ia menilai komunikasi dan kesepahaman harus terus dibangun berdasarkan filosofi yang kuat, bukan sekadar mengadopsi istilah keren seperti filantropi, yang dalam esensinya tidak sesuai dengan basis hukum zakat.
"Pengelolaan zakat bukanlah ranah untuk merger, akuisisi, atau kompetisi efisiensi seperti dalam dunia bisnis. Karena itu saya sering berbeda pandangan dengan mereka yang mengategorikan zakat sebagai bagian dari filantropi. Filantropi berbasis pada kedermawanan, sedangkan zakat bersifat wajib atau dalam istilah lain pemaksaan hukum agama," ungkapnya.
Baca juga: Baznas siapkan 10 program prioritas 2025 untuk mengentaskan kemiskinan
Karena itu, lanjut Irfan, sistem zakat harus dibangun dengan logika tersendiri yang terpisah dari pendekatan keuangan komersial. Ia menolak anggapan bahwa zakat bisa dikelola seperti sektor usaha yang saling bersaing dengan regulator sebagai wasit.
Dengan demikian, menurut dia, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi model ideal dalam pengelolaan zakat. Hal ini karena tidak banyak negara yang mampu menyelaraskan peran negara dan masyarakat dalam satu sistem zakat yang terpadu.
"Yang kita perlukan adalah membangun lembaga yang mampu mengintegrasikan kedua peran ini, bukan bersaing tetapi bersinergi," tutur Irfan Syauqi Beik.
Baca juga: Syarat harta yang wajib dikeluarkan untuk zakat
Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2025