Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa pihaknya tidak mengubah proyeksi pertumbuhan kredit perbankan pada tahun ini yang tetap berada pada kisaran 9 persen hingga 11 persen.
Hal ini disampaikan Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar, menanggapi prakiraan pertumbuhan kredit dari Bank Indonesia yang akan menuju batas bawah kisaran 11-13 persen pada tahun ini.
“Untuk kredit perbankan (proyeksi), kami dari awal tahun ini sudah menyampaikan (kisaran) 9-11 persen. Berdasarkan itu, kami belum ada perubahan. Karena dialog dan diskusi (dengan perbankan) tidak menunjukkan perubahan dalam rencana bisnis bank (RBB) yang kami terima secara terkini,” kata Mahendra usai acara Konferensi Nasional di Jakarta, Senin.
Mahendra menjelaskan, pihaknya hingga saat ini belum memperoleh perubahan target pertumbuhan kinerja dari lembaga jasa keuangan sehingga OJK tetap berpegang pada prakiraan yang sebelumnya telah diumumkan pada awal tahun.
“Jadi tidak melakukan revisi apapun sampai saat ini. Tentu kita akan lihat terus ke depan, berdasarkan realisasi dari kinerja di angka-angka tadi itu, bukan hanya berdasarkan konteks perkiraan pertumbuhan ekonomi. Nanti kalau ada update lebih lanjut kami akan laporkan ke media,” kata dia.
Mengenai kekhawatiran perlambatan pertumbuhan ekonomi global, Mahendra mengatakan bahwa prospek perkembangan geopolitik dan perekonomian global tampaknya tidak terelakkan menuju arah pemburukan. Bahkan baru-baru ini Dana Moneter Internasional (IMF) merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk tahun ini dan tahun depan.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2025 dan 2026 dari IMF direvisi ke bawah masing-masing sebesar 0,5 dan 0,3 persen menjadi 2,8 persen dan 3 persen. Merespons kondisi ini, ujar Mahendra, maka dibutuhkan upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berbasis pada ekonomi daerah.
Ia menyampaikan, motor pertumbuhan perekonomian harus semakin terdiversifikasi atau tidak semata menggantungkan kepada motor pertumbuhan yang selama ini menjadi tumpuan secara nasional.
Menurut Mahendra, perkembangan dari motor-motor pertumbuhan yang berbasis kepada pertumbuhan ekonomi dalam negeri domestik menjadi lebih penting, apalagi mengingat kondisi perekonomian global yang diperkirakan melambat.
“Domestik artinya pertumbuhan ekonomi daerah di setiap provinsi, kabupaten, kota dan tentu kawasan wilayah spasial yang terkait di bawahnya. Ini yang menjadi taruhan bagi kita apakah pertumbuhan ekonomi nasional kita akan bisa tetap terjaga atau sepenuhnya tergantung dan terdampak dari perkembangan ekonomi global,” kata dia.
Oleh sebab itu, OJK turut mendorong pengembangan ekonomi daerah, terutama sektor agribisnis dan hortikultura serta pariwisata dan ekonomi kreatif (ekraf), melalui upaya peningkatan dan perluasan akses pembiayaan yang diberikan lembaga jasa keuangan.
Diberitakan sebelumnya, BI memprakirakan pertumbuhan kredit perbankan akan menuju ke batas bawah kisaran 11 persen hingga 13 persen pada tahun 2025, seiring dengan risiko ketidakpastian global yang masih berlangsung.
Gubernur BI Perry Warjiyo, dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Bulan April 2025, mengingatkan berbagai risiko ketidakpastian global dan dampaknya terhadap perekonomian domestik yang perlu menjadi perhatian karena dapat memengaruhi prospek permintaan kredit dan preferensi penempatan aset likuid perbankan.
BI juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2025 dari semula 3,2 persen menjadi 2,9 persen, setelah mencermati dinamika perkembangan kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS).
Dengan perkembangan terkini, BI pun memprakirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 sedikit di bawah titik tengah kisaran 4,7-5,5 persen.
Baca juga: BI: Penyaluran kredit baru triwulan I terindikasi tetap tumbuh positif
Baca juga: Waketum Perbanas yakin program pemerintah akan dorong "demand" kredit
Baca juga: BI: Perlambatan kredit pada Maret belum cerminkan pelemahan mendasar
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2025