Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengestimasikan bahwa pemenuhan atas premi untuk program restrukturisasi perbankan (PRP) tidak sepenuhnya mempengaruhi kinerja operasional maupun rentabilitas pada perbankan.
“Selanjutnya diharapkan pemenuhan atas program dimaksud dapat mewujudkan sistem ketahanan keuangan yang lebih kuat bagi industri perbankan Indonesia di masa mendatang,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae di Jakarta, Selasa.
Secara umum, Dian mengatakan bahwa perbankan telah memperoleh informasi dan pemahaman yang memadai terkait implementasi premi restrukturisasi perbankan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang dimulai pada tahun 2025.
Hal ini mengingat baik proses kajian, koordinasi, maupun persiapan atas ketentuan terhadap perbankan juga telah dilakukan dalam kurun waktu yang cukup lama.
Sebagai informasi, pembayaran premi PRP didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2023 tentang Besaran Bagian Premi untuk Pendanaan Program Restrukturisasi Perbankan.
Berdasarkan aturan tersebut, bank wajib membayar premi PRP sebanyak dua kali dalam satu tahun atau setiap enam bulan sekali. Untuk pertama kali, premi PRP dibayarkan oleh bank kepada LPS untuk periode 1 Januari 2025 sampai dengan 30 Juni 2025.
Sebelumnya pada Kamis (23/1), Plt. Kepala Kantor Persiapan PRP dan Hubungan Lembaga LPS Herman Saheruddin menyampaikan bahwa pengumpulan premi PRP mulai dilaksanakan pada tahun ini, dengan besaran premi yang berbeda-beda sesuai dengan size atau jumlah aset bank dan tingkat risiko bank.
LPS meyakini bahwa besaran premi tersebut tidak akan memberatkan perbankan. Premi PRP ini, ujar Herman, justru akan semakin memperkuat infrastruktur dalam menghadapi ancaman situasi krisis ke depannya.
“Jadi kita tidak perlu khawatir lagi, sudah semakin lengkap infrastruktur yang menjaga stabilitas sistem keuangan kita. LPS di kondisi normal sudah punya program penjaminan simpanan dan resolusi bank yang kredibel. Ditambah lagi nanti dengan PRP yang juga nanti akan bisa digunakan untuk situasi krisis dan dibutuhkan PRP,” kata Herman.
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa juga menyampaikan bahwa premi PRP ini tidak mempengaruhi kinerja bank secara signifikan mengingat jumlah premi PRP yang dibayarkan cukup kecil jika dibandingkan dengan jumlah premi penjaminan yang dibayarkan bank untuk setiap tahun.
“Kalau kita hitung selama setahun, kira-kira hanya sekitar Rp1 triliun dari dua periode (total premi PRP yang terkumpul). Kalau untuk program penjaminan simpanan itu mungkin sekitar Rp17 triliun pendapatan dalam setahun. Jadi, tambahan PRP itu relatif kecil (jumlah premi PRP yang dibayarkan) untuk jaminan keamanan perbankan kita yang besar nanti ke depan, tapi ini investasi yang baik untuk negara,” kata Purbaya.
Baca juga: OJK memproyeksikan likuiditas perbankan masih "manageable"
Baca juga: OJK minta BPR/S percepat proses konsolidasi agar target MIM tercapai
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2025