Oga, pelestari pohon kenari purba di Alor Timur Laut

3 months ago 23
Sekarang kenari bukan hanya milik hutan, tapi milik masa depan kami

Jakarta (ANTARA) - Pada pagi yang cerah, Daniel menyusuri hutan di lembah perbukitan Nailang, Alor Timur Laut, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur bersama istrinya, Norce. Mereka cuma bermodal tas anyaman bambu di tangan.

Langkah mereka tergesa-gesa dan hanya berbicara melalui pandangan mata yang sepanjang perjalanan fokus mengamati sela akar pohon-pohon kenari raksasa di hutan bervegetasi rapat itu. Mereka memanen buah kenari yang jatuh berserakan ke tanah.

Meski perawakannya sangar tapi Daniel bukanlah orang yang sinistis. Dia periang, lucu, dan sangat ramah kepada pendatang. Kepada ANTARA, pria berusia 53 tahun itu mengenalkan dirinya sebagai "Om Oga" atau akronim dari orang ganteng.

Oga adalah nama panggilan kesayangan yang diberikan oleh warga setempat kepada Daniel. Dia dinilai sebagai orang Nailang yang keren, karena banyak berteman dengan orang pintar dari dalam maupun luar negeri atas dedikasinya membudidayakan pohon kenari.

Dia sosok yang berpengaruh untuk menjadikan kenari Alor (Canarium sp.) bukan lagi sekadar tanaman hutan, melainkan menjadi sumber penghidupan khususnya bagi masyarakat adat Alor Timur Laut.

Baca juga: Pemkab Alor siapkan kacang kenari jadi bahan masakan program MBG

Om Oga sudah akrab dengan kenari sejak keluarganya pindah ke perbukitan Nailang pada akhir 1947. Ayahnya, seorang petani sederhana, yang mengenalkan buah hutan itu saat ia masih berusia tujuh tahun.

Konon pohon kenari yang tumbuh subur di Alor Timur Laut bermula saat seorang bernama Langtang Mautang menanam dua pohon pertama sekitar tahun 875 masehi. Satu kenari jantan, satu betina, begitu warga menyebutnya. Pohon itu tumbuh di pegunungan dan menyebar lewat banjir dan burung-burung.

Masyarakat Nailang percaya keturunan Langtang Mautang sampai hari ini masih tinggal menempati wilayah Pulau Ternate Alor.

Berbeda dengan kemiri dan jagung, buah kenari kala itu belum punya nilai jual karena masih dipakai masyarakat setempat sebagai bahan makanan pengganti.

Mereka mulai menggunakan buah kenari sebagai alat tukar dengan sistem barter, seiring biji dari buah kenari yang mulai diminati masyarakat pada tahun 1990-an.

Perpindahan masyatakat dari Jawa dan Sulawesi ke Nusa Tenggara Timur membuat tren kenari terus meningkat. Meski masih belum setenar kemiri dan vanili Alor, tapi orang-orang mulai memberi harga satu kilogram kenari setara dengan Rp1.000 untuk dipasarkan ke ibu kota provinsi, Kupang.

Om Oga menjadi salah satu petani yang melewati fase tersebut dengan sabarnya, hingga bisa merasakan nikmatnya bertani kenari seperti saat ini. Harga kenari di tingkat petani sekarang sudah berkisar Rp35.000 hingga Rp45.000 per kilogram.

Editor: Sapto Heru Purnomojoyo
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |