Jakarta (ANTARA) - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan sengketa hasil pemungutan suara ulang (PSU) Kota Palopo, Sulawesi Selatan, tidak dapat diterima karena dalil-dalil permohonan tidak dapat dibuktikan dan pemohon tidak memiliki kedudukan hukum.
“Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” ucap Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Selasa.
Perkara Nomor 326/PHPU.WAKO-XXIII/2025 ini dimohonkan oleh calon wali kota dan wakil wali kota Palopo nomor urut 3 Rahmat Masri Bandaso dan Andi Tenri Karta.
Dalam permohonannya, Rahmat Masri dan Andi Tenri meminta MK mendiskualifikasi pasangan calon nomor urut 4 Naili dan Akhmad Syarifuddin yang merupakan peraih suara terbanyak pada PSU Kota Palopo.
Keduanya mendalilkan bahwa Naili tidak memenuhi syarat administrasi pendaftaran sebagai pengganti dari calon wali kota nomor urut 4 yang sebelumnya didiskualifikasi oleh MK. Dalil yang sama juga ditudingkan kepada Akhmad Syarifuddin.
Menurut Rahmat dan Andi, Naili diduga melanggar syarat administrasi pemilihan karena tidak menyampaikan dokumen pajak yang sah, sementara Akhmad Syarifuddin diduga tidak jujur mengenai statusnya sebagai mantan terpidana.
Dalam pertimbangan hukum, Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menjelaskan bahwa Naili telah melaporkan pajaknya secara elektronik sehingga yang bersangkutan mengantongi bukti penerimaan elektronik.
MK juga mempertimbangkan keterangan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tanjung Priok yang menyatakan bahwa Naili telah melaporkan surat pemberitahuan (SPT) tahunan pada Maret 2025 dan SPT tahunan empat tahun sebelumnya, serta menyatakan Naili telah melaksanakan kewajiban pajak.
Menurut Mahkamah, keterangan KPP Pratama Tanjung Priok itu memberikan keyakinan bahwa calon wali kota atas Nama Naili telah memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Undang-Undang Pilkada.
Sementara itu, terkait dalil menyangkut Akhmad Syarifuddin, MK membenarkan bahwa yang bersangkutan merupakan mantan terpidana.
MK pun mendapati Akhmad tidak menerangkan status tersebut kepada KPU Kota Palopo dan tidak mencantumkannya dalam Sistem Informasi Pencalonan (Silon), serta secara sengaja menerangkan yang sebaliknya, yakni bahwa dirinya tidak pernah dipidana.
Meskipun menyerahkan surat keterangan tidak pernah dipidana dari pengadilan kepada KPU Kota Palopo, Akhmad secara bersamaan juga menyerahkan SKCK yang menerangkan bahwa dirinya memiliki catatan kepolisian dan pernah dipidana.
Di sisi lain, MK tidak dapat membenarkan rekomendasi Bawaslu mengenai status pendaftaran Akhmad karena tidak menentukan secara jelas tindakan apa yang harus dilakukan oleh KPU. Mahkamah juga tidak dapat membenarkan tindakan KPU yang memaknai rekomendasi Bawaslu dengan mempersilakan Akhmad melengkapi persyaratan.
“Namun demikian, kesalahan yang dilakukan oleh Bawaslu dan termohon (KPU) tidak tepat jika dibebankan kepada Akhmad Syarifuddin,” kata Ridwan.
Terlebih, MK menemukan fakta hukum bahwa Akhmad sudah mengumumkan statusnya sebagai mantan terpidana kepada masyarakat sebelum penetapan pasangan calon peserta PSU, yakni melalui media massa lokal dan media sosial pribadinya. Hal ini dinilai sebagai tindakan korektif.
“Menurut Mahkamah, tindakan yang dilakukan Akhmad Syarifuddin dapat dimaknai sebagai bentuk corrective action yang dinilai Mahkamah telah dapat memenuhi persyaratan dan makna sebagai calon yang menyandang status sebagai mantan terpidana,” ucap Ridwan.
Maka dari itu, dalil-dalil yang diajukan Rahmat dan Andi dinyatakan tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya sehingga Mahkamah harus mempertimbangkan kedudukan hukum pemohon melalui terpenuhi atau tidaknya syarat formal pengajuan permohonan.
Setelah mempertimbangkan lebih lanjut, Rahmat dan Andi ternyata tidak pula memenuhi syarat formal karena selisih suara yang diperoleh antara keduanya dan rival mereka, Naili dan Akhmad Syarifuddin, melebihi ambang batas 2 persen.
Oleh sebab itu, Mahkamah menyatakan pemohon dalam perkara ini tidak memiliki kedudukan hukum dan permohonannya tidak dapat diterima.
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.