Jakarta (ANTARA) - Staf Khusus Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta DKI Jakarta Bidang Komunikasi Publik Chico Hakim menilai Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Raperda KTR) beresiko jika mengabaikan realitas sosial ekonomi di masyarakat.
“Jika rancangan KTR terlalu kaku dan tidak mempertimbangkan realitas sosial, maka risiko terbesar adalah masyarakat kecil yang terdampak langsung seperti pedagang asongan, UMKM, hingga pekerja di sektor informal,” kata Chico di Jakarta, Jumat.
Chico menilai, semangat menjaga kesehatan publik memang sangat baik. Namun, implementasinya harus proporsional.
Chico mengingatkan, jangan sampai regulasi peraturan tersebut justru memperlebar jurang ketidakadilan.
“Oleh karena itu, perlu disiapkan 'roadmap' (peta jalan) transisi, misalnya penegakan bertahap, pemberian alternatif ruang merokok yang sesuai standar, edukasi publik, hingga mitigasi dampak ekonomi bagi UMKM dan pekerja,” kata Chico.
Baca juga: APRINDO nilai Raperda KTR berisiko bebani ritel modern
Dengan begitu, Chico menilai kebijakan tersebut akan tetap berpihak pada kesehatan masyarakat, namun tidak menimbulkan gejolak sosial yang kontraproduktif.
Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) memproyeksikan pasal-pasal larangan penjualan dalam Raperda KTR DKI Jakarta akan berisiko membebani toko ritel modern.
“Ada 67.000 toko akan terdampak yang selama ini memperoleh keuntungan signifikan dari rokok. Jangan sampai aturan ini membuat tidak ada ruang gerak bagi penjualan,” kata Perwakilan APRINDO Asraf Razak.
Selain itu, Ketua Asosiasi Pedagang Kaki Lima (APKLI) Ali Mahsun menyatakan penolakan terhadap pasal-pasal Raperda KTR yang dinilainya merugikan pedagang.
Menurut Ali, dorongan kewajiban penyediaan KTR ini akan berdampak dengan keberlangsungan mata pencaharian jutaan asongan, kopi keliling, pedagang kaki lima, di pasar, pusat keramaian, serta 1,1 juta warung kelontong.
Baca juga: Ini janji Ketua Pansus Ranperda KTR
Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.