PBB (ANTARA) - Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Kamis (25/9) menggelar pertemuan tingkat tinggi tentang pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular serta promosi kesehatan dan kesejahteraan mental.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, dalam pidatonya yang dibacakan oleh wakilnya, Amina Mohammed, menyerukan aksi global terkait isu tersebut.
Guterres memaparkan bahwa setiap dua detik, satu orang yang berusia di bawah 70 tahun meninggal akibat penyakit tidak menular.
Menurut dia, pada tahun lalu saja, lebih dari 43 juta orang dari semua kelompok usia meninggal akibat penyakit tidak menular, penyebab kematian global terbesar.
Dia menilai, kondisi kesehatan mental dihadapi lebih dari 1 miliar orang di seluruh dunia, dan bunuh diri tetap menjadi salah satu penyebab utama kematian di kalangan anak muda. Sekitar 2,8 miliar orang tidak mampu membeli makanan sehat.
"Angka-angka ini bukan sekadar statistik. Angka-angka ini menunjukkan berkurangnya nyawa, hilangnya mata pencarian, dan terhambatnya perkembangan komunitas. Angka-angka ini mengingatkan kita bahwa penyakit tidak menular dan kondisi kesehatan mental merupakan salah satu tantangan terbesar dalam kesehatan masyarakat dan pembangunan di zaman kita," ujarnya.
Guterres meminta negara-negara untuk memperkuat perawatan kesehatan primer sebagai landasan dalam cakupan kesehatan universal; untuk mengatasi faktor penentu sosial, ekonomi, lingkungan, serta kekuatan pasar, yang membentuk cara hidup masyarakat; untuk meningkatkan perawatan psikososial dan kesehatan mental dalam latar kemanusiaan; untuk memastikan pembiayaan berkelanjutan; untuk memusatkan upaya-upaya tersebut pada orang-orang yang hidup dengan penyakit tidak menular dan kondisi kesehatan mental; serta untuk menepati janji-janji yang telah dibuat.
"Mari kita berjanji untuk berkomitmen pada pencegahan, pemerataan, dan percepatan aksi. Bersama-sama, kita dapat mengubah kehidupan, melindungi mata pencarian, dan memenuhi janji kita soal kesehatan dan kesejahteraan bagi semua orang," ujar Guterres.
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan bahwa penyakit tidak menular dan kondisi kesehatan mental dapat dicegah dan diobati.
"Kita punya pengetahuannya. Kita punya sarananya. Yang dibutuhkan adalah komitmen, kecepatan, dan skala," ujarnya.
Tedros menyerukan upaya untuk meruntuhkan tembok stigma yang membuat banyak orang terjebak dengan kondisi kesehatan mental.
"Saya mendorong kita semua, terutama mereka yang beruntung memiliki platform dan suara, untuk menggunakan platform tersebut dan bersuara dengan lantang bahwa wajar jika terkadang Anda merasa tidak baik-baik saja. Kondisi kesehatan mental sama seperti kondisi lainnya, sama lazimnya dengan sakit perut, dan begitulah seharusnya kita memandangnya, karena tidak ada kesehatan tanpa kesehatan mental," katanya.
Tedros mengimbau semua negara untuk meningkatkan investasi dalam upaya untuk mendukung kesehatan dan mencegah penyakit.
"Kita harus ingat bahwa kesehatan tidak dimulai di klinik dan rumah sakit. Kesehatan dimulai di rumah, sekolah, jalan, dan tempat kerja, dari makanan yang dikonsumsi masyarakat, produk yang mereka konsumsi, air yang mereka minum, udara yang mereka hirup, serta kondisi tempat mereka tinggal dan bekerja. Jadi, tugas nomor satu seharusnya adalah mengatasi akar permasalahan dan membantu orang-orang menjalani hidup sehat," katanya.

Tedros meminta semua negara untuk mengintegrasikan layanan penyakit tidak menular dan kesehatan mental ke dalam perawatan kesehatan primer, sebagai landasan dalam cakupan kesehatan universal. Dia juga menyerukan kepada semua negara untuk mewujudkan kesetaraan melalui akses dan akuntabilitas.
"Artinya, obat-obatan dan teknologi esensial harus tersedia dan terjangkau bagi semua orang, dengan pembiayaan yang mengurangi biaya yang dibayarkan oleh pasien. Artinya, target harus dipantau secara transparan, melalui pengawasan yang ketat dan pelaporan berkala, sehingga kemajuan terlihat, kesenjangan dapat diidentifikasi, dan para pemimpin bertanggung jawab. Dan ini berarti transformasi ini harus dipandu oleh orang-orang yang berpengalaman, masyarakat sipil, dan komunitas," ujarnya.
Presiden Majelis Umum PBB Annalena Baerbock, yang memimpin pertemuan tersebut, menyoroti ketidaksetaraan dalam perawatan kesehatan mental dan penyakit tidak menular.
"Tantangannya, tentu saja, adalah bahwa di dunia kita yang semakin timpang, beban yang timbul dari penyakit tidak menular ditanggung oleh mereka yang paling rentan. Hampir tiga perempat dari seluruh kematian akibat penyakit tidak menular terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, di mana pilihan pencegahan dan pengobatan sulit didapat," ujarnya.
Hal yang sama berlaku untuk kesehatan mental. Meskipun kondisi kesehatan mental dihadapi hampir 1 miliar orang di seluruh dunia, pendanaannya masih sangat kurang. Secara global, pengeluaran terkait kesehatan mental rata-rata hanya 2 dolar AS (1 dolar AS = Rp16.752) per tahun per kapita.
Menurut Baerbock, angka tersebut turun menjadi kurang dari 25 sen AS di negara-negara berpenghasilan rendah. Banyak yang mengalokasikan kurang dari 1 persen anggaran kesehatan mereka untuk kesehatan mental.
"Tantangannya bersifat siklis. Mereka yang paling tertinggal adalah yang paling kecil kemungkinannya mendapatkan manfaat dari pendidikan kesehatan, pencegahan, atau pengobatan. Dan negara-negara yang menghadapi tingkat kematian kronis tinggi akibat penyakit tidak menular dilanda kekurangan tenaga kerja dan hilangnya pertumbuhan ekonomi," kata Baerbock.
Dalam dua dekade dari 2011 hingga 2030, diperkirakan bahwa penyakit tidak menular akan merugikan perekonomian global hingga 30 triliun dolar AS. Jika memperhitungkan biaya terkait kesehatan mental dan hilangnya produktivitas, kerugian tersebut bertambah sebanyak 16 triliun dolar AS.
Karena itu menurut Baerbock, penyakit tidak menular dapat dikatakan sebagai penyebab sekaligus akibat dari kemiskinan.
Dia menjelaskan bahwa dalam dua dekade dari 2011 hingga 2030, diperkirakan bahwa penyakit tidak menular akan merugikan perekonomian global hingga 30 triliun dolar AS. Jika memperhitungkan biaya terkait kesehatan mental dan hilangnya produktivitas, kerugian tersebut bertambah sebanyak 16 triliun dolar AS.
"Situasi ini berkaitan dengan ekonomi. Ini menjadi kepentingan semua orang, terutama kekuatan ekonomi yang kuat. Kita menghadapi tantangan 'tanpa batas' seperti ini, bukan hanya karena altruisme, tetapi juga demi keuntungan bersama, dan bahkan demi kepentingan pribadi kita. Membantu sesamalah yang pada akhirnya membuat negara kita lebih kuat. Kita bekerja sama, atau kita menderita sendirian. Jadi, mari kita menjadi lebih baik bersama," ujarnya.
Baerbock mengatakan bahwa draf deklarasi politik, yang disiapkan oleh sesi ke-79 Majelis Umum PBB untuk diadopsi, mendapat dukungan luas.
Namun, draf tersebut ditentang oleh beberapa negara anggota dalam pertemuan pada Kamis. Oleh karena itu, dokumen tersebut akan dibahas dalam sesi ke-80 Majelis Umum PBB.
Pewarta: Xinhua
Editor: Imam Budilaksono
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.