Jakarta (ANTARA) - Menelusuri budaya setempat, Xinhua berkunjung ke Museum Betawi Setu Babakan yang tak ayal menjadi pengalaman teramat berkesan. Di tengah hiruk-pikuk Daerah Khusus Jakarta, museum tersebut bak oase sejarah dan identitas yang membawa pengunjung lebih dekat kepada kekayaan budaya suku asli yang mendiami kota yang dulu bernama Batavia tersebut, yaitu Betawi.
Saat memasuki museum di Jakarta Selatan tersebut, tampak sejumlah staf yang mengarahkan ke proses registrasi dengan mengisi data diri melalui kode QR yang tertera di meja resepsionis. Prosesnya cepat dan tanpa dipungut biaya.
Seusai registrasi, kami mulai melangkah menyusuri setiap sudut museum. Ketika sampai di lantai dua, tampak sejumlah pengunjung lain yang sedang asyik melihat-lihat dan memotret benda-benda pameran. Kami mencoba berinteraksi dengan mereka. Mereka pun mengatakan baru pertama kali mengunjungi museum ini yang menandakan kian tumbuhnya minat masyarakat untuk mengenal budaya setempat.
Salah satu bagian paling memikat dari museum ini adalah fasilitas untuk melihat langsung koleksi busana Betawi yang dipamerkan. Busana adat Betawi dan budaya Tionghoa nyatanya memiliki hubungan yang erat, terutama melalui proses akulturasi yang terjadi di masa lalu.
Kebaya Encim merupakan salah satu pakaian adat Betawi yang paling dikenal. Kata "encim" berasal dari bahasa Hokkian yang berarti "bibi". Kebaya encim mengacu pada jenis kebaya yang dipakai oleh para perempuan peranakan Tionghoa, khususnya di Indonesia.
Kebaya encim merupakan istilah yang umum digunakan orang non-Tionghoa untuk menamai jenis kebaya yang biasa dipakai oleh perempuan peranakan Tionghoa. Pada awalnya, kebaya ini disebut dengan nama kebaya nyonya dan kerap kali disamakan dengan kebaya kerancang. Perbedaannya tampak di bagian ujung bawah, di mana kebaya encim memiliki bagian ujung yang datar.
Kebaya encim yang dipakai oleh para Nyonya Tionghoa berwarna cerah dan dibordir menggunakan corak khas Tionghoa, seperti bunga peoni, kilin, bangau, burung hong atauphoenix, naga, dan sebagainya. Kebaya encim memiliki filosofi kehormatan dan keanggunan kaum perempuan. Hingga saat ini, kebaya encim tetap eksis dengan berbagai modifikasi yang ada sesuai perkembangan zaman.

Pengaruh budaya Tionghoa dan Arab tampak kental pada pakaian pengantin etnis Betawi, yang disebut dengan pakaian Rias Besar. Pakaian pengantin Care Haji (pria) dan pakaian Care None Pengantin Cine (wanita) sarat dengan makna yang berakar dari dua budaya tersebut. Dominasi warna merah pada pakaian pengantin Betawi melambangkan ketahanan dan keberanian dalam menghadapi perjalanan kehidupan berumah tangga. Sementara itu, warna kuning tidak hanya memberikan sentuhan keindahan, tetapi juga menggambarkan kebahagiaan dan keceriaan dalam pernikahan.
Bagi pengantin pria, sentuhan budaya Arab tampak kental dan dapat terlihat dari penggunaan gamis yang ada di dalam jubah. Panjang gamis mencapai mata kaki karena biasanya gamis ini juga digunakan sebagai pakaian untuk salat. Selempang yang merupakan tanda kebesaran dikenakan dengan cara diselempangkan dari pundak kiri ke pinggang kanan, menandakan jalan hidup manusia yang harus ditujukan ke arah kebaikan. Busana bagian luar berupa jubah panjang terbuka yang terbuat dari beludru dengan hiasan payet bermotif flora dan fauna. Sering kali, jubah ini bergambar motif naga yang merupakan pengaruh dari kebudayaan Tionghoa.
Untuk pengantin wanita, pengaruh budaya Tionghoa tampak mendominasi tidak hanya pada pakaian, tetapi juga aksesori yang digunakan. Sang pengantin akan mengenakan Tuaki, yaitu blus dengan model kerah Shanghai yang tertutup, berlengan panjang, serta memiliki kancing dari atas sampai bawah. Pakaian ini dihiasi dengan motif-motif yang khas, seperti naga dan burung hong. Lambang tersebut merupakan ciri khas pakaian kekaisaran China kuno yang melambangkan kebahagiaan. Bagian dada dipasangi teratai penutup dada dan bahu yang terbuat dari bahan agak tebal seperti beludru yang berguna untuk menahan dingin dan menjadi penanda dari kerabat mana mereka berasal.

Batik Betawi memiliki ciri khas berupa warnanya yang mencolok dan motifnya yang menggambarkan kebudayaan Betawi. Motif batik Betawi juga banyak dipengaruhi oleh budaya Arab, India, Belanda, dan Tionghoa. Batik Betawi berbentuk kain panjang dan kain sarung yang motifnya dikerjakan dengan cara ditulis atau dicap.
Beberapa motif Batik Betawi menunjukkan pengaruh Tionghoa melalui penggunaan simbol dan ornamen khas, antara lain motif burung hong yang melambangkan keindahan, keberuntungan, dan keharmonisan, motif naga yang merupakan simbol kekuatan dan kemakmuran, motif bunga teratai sebagai perlambang kesucian dan kebangkitan, serta motif bunga peoni atau krisan yang dipadukan dengan kupu-kupu sebagai simbol kebahagiaan dan cinta.

Budaya Tionghoa juga memengaruhi penggunaan warna-warna cerah, seperti merah, emas, dan hijau, yang melambangkan keberuntungan dan kemakmuran. Ini berbeda dari batik Jawa yang cenderung bernuansa cokelat dan gelap.
Pewarta: Xinhua
Editor: Santoso
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.