Menteri PPPA: Hak anak Aceh terlibat kasus pembakaran harus dipenuhi

1 hour ago 2
"Iya, pasti pendampingan secara psikologis (anak tersangka kasus pembakaran pesantren). Dan dari Dinas P3A (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) itu akan melakukan pendampingan,"

Banda Aceh (ANTARA) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi menegaskan bahwa hak anak yang menjadi tersangka kasus pembakaran pesantren di Aceh harus dipenuhi, seperti mendapatkan pendampingan hingga sekolahnya selama proses hukum berjalan.

"Iya, pasti pendampingan secara psikologis (anak tersangka kasus pembakaran pesantren). Dan dari Dinas P3A (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) itu akan melakukan pendampingan," kata Menteri Arifah Fauzi, di Banda Aceh, Jumat.

Pernyataan itu disampaikan Arifah Fauzi menjawab pertanyaan awak media usai melaksanakan rapat koordinasi program ruang bersama Indonesia antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota se Aceh, di kantor Gubernur Aceh, di Banda Aceh.

Sebelumnya, kebakaran melanda asrama putra pondok pesantren Babul Maghfirah yang dipimpin Tgk Masrul Aidi di kawasan Gampong (desa) Lam Alue Cut, Kecamatan Kuta Baro, Kabupaten Aceh Besar, Jumat (31/10) dini hari sekitar pukul 03.00 WIB

Kemudian, Satreskrim Polresta Banda Aceh menangkap terduga pelaku pembakaran asrama dayah (pesantren) Babul Maghfirah tersebut, tersangka merupakan santri setempat yang diduga kerap menerima bullying dari sejumlah temannya dengan perkataan 'tolol'.

Arifah menyampaikan, terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, tetap harus diberikan hak nya, selain pendampingan psikologi juga hak untuk mendapatkan pendidikan.

"Dari beberapa kasus yang kami tangani, ketika ada seorang anak yang berhadapan dengan hukum, kami harus menjamin haknya tetap terpenuhi. Misalkan sekolah secara online. Jadi ini adalah proses yang harus kita jaga bersama-sama," ujarnya.

Mengenai bullying, kata Arifah, sebenarnya bukan hanya di Aceh saja, terjadi hampir di semua daerah. Maka, perlu perhatian bersama kenapa hal ini terjadi. Bisa jadi disebabkan faktor pola asuh.

Menurutnya, pola asuh yang tidak komplit atau sempurna yang diterima oleh anak-anak, membuat ada kekosongan yang tidak terisi. Sehingga anak-anak bertindak secara psikologis tidak matang.

"Kemudian dia berpindah ke tempat lain dan mengalami bullying. Dan dia tidak punya ketahanan secara psikologis bagaimana dia bisa menahan secara emosional. Sehingga dia bertindak cepat, sepihak. Itu mungkin yang melegakan hatinya," katanya.

"Permasalahan ini tentunya menjadi catatan bersama. Bahwa sesungguhnya perlindungan dan pengasuhan terhadap anak-anak harus menjadi fokus utama saat ini," demikian Arifah Fauzi.

Pewarta: Rahmat Fajri
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |