Jakarta (ANTARA) - Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq menyatakan komitmen Indonesia untuk memimpin upaya global mengakhiri polusi plastik dalam negosiasi Perjanjian Plastik Global yang berlangsung di Jenewa, Swiss.
Menurut pernyataan diterima di Jakarta, Sabtu, Menteri LH/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Hanif Faisol Nurofiq menyampaikan komitmen Indonesia tersebut di dalam Komite Perundingan sntar-Pemerintah yang membahas penyusunan instrumen internasional yang mengikat secara hukum mengenai polusi plastik dalam bagian Intergovernmental Negotiating Committee (INC) bagian kedua (INC-5.2) di Jenewa.
"Perlunya proses negosiasi yang inklusif, adil, dan menghargai kondisi unik setiap negara, khususnya negara berkembang yang membutuhkan dukungan teknologi, pembiayaan, dan investasi dari negara maju," kata Menteri LH Hanif.
Dia juga menghadiri pertemuan meja bundar tingkat menteri, dialog antara swasta dan pemerintah, pertemuan bilateral dengan pejabat Swiss, Inggris, dan Belanda, serta melakukan kunjungan ke fasilitas penggunaan kembali (reuse) lokal.
Baca juga: Negara ASEAN didesak utamakan lingkungan di perjanjian plastik global
Dalam pertemuan meja bundar, Menteri Hanif menyampaikan keprihatinan Indonesia atas minimnya kemajuan negosiasi Perjanjian Plastik Global (Global Plastic Treaty) yang dinilai mendesak untuk mengatasi ancaman serius polusi plastik.
Dia juga memaparkan Indonesia telah menetapkan target nasional untuk memastikan 100 persen sampah, termasuk plastik, dikelola dengan baik pada 2029.
Upaya itu mencakup penghapusan plastik bermasalah, pengurangan bahan kimia berbahaya, perbaikan pencemaran yang ada, dan pencegahan kebocoran plastik ke lingkungan.
Pada dialog bersama Koalisi Bisnis untuk Perjanjian Plastik Global, yang mewakili lebih dari 300 perusahaan di rantai nilai plastik, Indonesia menyampaikan dukungan terhadap tiga poin utama koalisi yaitu penghapusan produk dan bahan kimia bermasalah, penerapan desain produk berkelanjutan, serta implementasi sistem Tanggung Jawab Produsen yang Diperluas (Extended Producer Responsibility/EPR).
Baca juga: WWF serukan perjanjian global untuk akhiri polusi plastik
EPR adalah kebijakan lingkungan dimana produsen bertanggung jawab penuh atas siklus hidup produk yang mereka hasilkan, termasuk setelah produk tersebut menjadi limbah.
Delegasi Indonesia dalam pertemuan itu menyatakan keberhasilan perjanjian itu membutuhkan konsensus, bukan pemungutan suara, agar implementasi di setiap negara berjalan efektif.
"Momentum tidak boleh hilang. Perjanjian harus ambisius, praktis, dan mengirim sinyal tegas bahwa polusi plastik harus diakhiri. Waktu untuk bertindak adalah sekarang," kata Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq.
Baca juga: Organisasi sipil harapkan RI dukung wujudkan Perjanjian Plastik Global
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.