Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) mendorong transformasi tata kelola penempatan pekerja migran Indonesia agar lebih terarah dan sesuai kebutuhan pasar kerja global.
"Permintaan pekerja kerja migran di banyak negara jumlahnya besar, bahkan di Jepang saja dalam lima tahun ke depan terdapat sekitar 850 ribu peluang kerja," kata Direktur Jenderal Promosi dan Pemanfaatan Peluang Kerja Luar Negeri (P3KLN) KP2MI Dwi Setiawan Susanto, sebagaimana keterangan pers KP2MI, Kamis.
"Namun, Indonesia baru mampu menempatkan sekitar 297 ribu pekerja migran Indonesia di tahun 2024. Ini menunjukkan perlunya integrasi sistem dan pemetaan sektor agar supply kita bisa menjawab demand yang ada," imbuh Dwi dalam Forum Roundtable Decision di Jakarta, Kamis.
Dalam forum yang dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar, Dirjen Perlindungan WNI Kemlu Judha Nugraha serta CEO Panasonic Rachmat Gobel tersebut, Dwi menyatakan tantangan utama saat ini adalah tentang kesesuaian (matching) antara kebutuhan tenaga kerja (demand) dan ketersediaan tenaga kerja Indonesia (supply).
Hingga kini penempatan pekerja migran Indonesia, katanya, masih didominasi sektor domestik sekitar 80 persen.
Padahal, pekerja migran Indonesia memiliki keunggulan kompetitif di sejumlah sektor formal, seperti kesehatan, manufaktur, konstruksi, pertanian, hingga hospitality.
"Perawat kita dikenal punya empati dan keterampilan, sehingga mulai membentuk brand hospitality. Artinya, kita sudah memiliki modal untuk masuk ke sektor-sektor formal dengan level keterampilan lebih tinggi," imbuhnya.
Untuk itu, KP2MI menyiapkan strategi transformasi melalui penguatan market intelligence, pemetaan sektor per negara, serta peningkatan keterampilan berbasis standar internasional.
Selain itu, peran Atase Ketenagakerjaan RI di luar negeri juga akan diperkuat untuk mengidentifikasi kebutuhan langsung dari pengguna di sektor manufaktur, kesehatan, maupun industri lain.
“Kuncinya adalah membangun database yang solid, lalu mencocokkan dengan supply tenaga kerja dari Indonesia yang juga harus berbasis potensi geografis dan karakteristik daerah,” jelasnya.
Dwi menambahkan bahwa bonus demografi yang dimiliki Indonesia harus dioptimalkan untuk mengisi kebutuhan tenaga kerja global, terutama di negara-negara dengan populasi menua (ageing population).
"Di sinilah pentingnya link and match antara pendidikan vokasi, pelatihan, sertifikasi, dan kebutuhan kompetensi di negara tujuan," katanya.
Beberapa negara atau kawasan tujuan pekerja migran Indonesia masih didominasi Taiwan, Malaysia, Jepang, Korea, dan Hongkong. Namun, peluang penempatan di negara-negara lain terus terbuka, seperti Jerman serta Kanada.
"Ini saatnya kita melakukan rebranding bahwa Pekerja Migran Indonesia adalah skilled worker dengan kompetensi terukur dan sertifikasi internasional. Transformasi ini kunci agar perlindungan meningkat, dan PMI kita mampu bersaing di pasar kerja global," demikian katanya.
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.