Jakarta (ANTARA) - Migrasi manusia dari satu negara ke negara lain telah berlangsung lama sejak berabad silam. Namun pergerakan tersebut ada yang dilakukan secara legal maupun ilegal.
Faktor internal berupa keinginan untuk memiliki kehidupan yang lebih baik dan didukung oleh faktor eksternal berupa adanya konflik/ketidakstabilan politik dan ketimpangan ekonomi suatu negara merupakan faktor dominan yang terkait Tindak Pidana Penyelundupan Manusia (TPPM).
Mungkin pada sebagian pembaca ada yang memahami bahwa TPPM (people smuggling) dan TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) adalah dua hal yang sama. Sesungguhnya TPPO dan TPPM adalah dua narasi yang sangat berbeda.
Dalam kasus TPPO, korban adalah orang yang diperjualbelikan dan tidak menyadari bahwa dirinya sedang diperdagangkan, atau bisa saja korban perdagangan orang telah ditipu atau diancam dari pelaku perdagangan orang. Sebab tujuan perdagangan orang yaitu eksploitasi manusia untuk dipekerjakan secara paksa dengan cara yang tidak layak.
Sedangkan pada TPPM, korban yang akan diselundupkan secara sadar mengikuti proses penyelundupan termasuk dengan segala konsekuensinya demi mendapatkan kehidupan yang layak dari negara yang akan dimasukinya. Terdapat pula peran aktif dari subyek yang akan diselundupkan itu sendiri dengan membeli jasa penyelundupan dari pelaku penyelundupan manusia.
Adanya divergensi yang signifikan antara TPPO dan TPPM, tentu membutuhkan disparitas dalam solusinya.
Baca juga: Polda Maluku gandeng polisi Australia tangani penyeludupan orang
Secara historis, people smuggling berawal dari Inggris yaitu saat penyelundupan barang-barang mewah mulai merajalela sekitar abad ke-18 hingga pertengahan abad ke-19.
Di negeri khatulistiwa, penyelundupan manusia telah ditangani sejak tahun 1950-an. Dan sejatinya telah dituangkan secara rigid dalam Undang-undang No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, sebagai suatu bentuk keseriusan pemerintah.
Praktik people smuggling merupakan pelanggaran atas Pasal 113 juncto Pasal 9 ayat (1) jo Pasal 119 ayat (1) UU No 6/2011 tentang Keimigrasian. Sedikit menyelisik mengenai durasi ancaman penjara dan biaya pidana denda yang terdapat pada beleid tersebut, kiranya masih relevan untuk diterapkan.
People smuggling terjadi di seluruh belahan dunia. Kausanya, penyelundupan manusia merupakan bisnis yang sangat menguntungkan bagi penyelundup dan jaringan kriminal mengambil keuntungan tersendiri.
Berbagai dampak buruk mengikuti praktik ini yang meliputi risiko keselamatan, kesehatan mental dan nyawa migran; mengganggu stabilitas sosial termasuk membawa penyakit menular; dan memicu kejahatan terorganisir lainnya, seperti perdagangan narkoba dan senjata.
Hingga saat ini tidak terdapat angka statistik yang valid mengenai jumlah orang yang diselundupkan karena people smuggling tersebar secara luas di berbagai daerah dan negara serta merupakan kegiatan yang terselubung dan tidak terdeteksi secara kasat mata.
Baca juga: Imigrasi serahkan WN China terduga pelaku TPPM ke Polda NTT
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.