Mengembalikan kepercayaan diri lewat kedai kopi Seraya

2 hours ago 1

Bandung (ANTARA) - Hujan yang mulai turun di Wilayah Sekeloa, Kota Bandung, mengantarkan ANTARA mampir di kedai Kopi Seraya Dago yang terletak di Jalan Ciheulang Baru.

Dari niat hanya berteduh sejenak akibat hujan sambil menikmati minuman di sana sebelum melanjutkan perjalanan, ANTARA akhirnya berbincang dengan pengelola kedai yang meski selalu tersenyum ramah, ia tampak kesulitan dalam bergerak dan berjalan ketika membuat pesanan es Blackcurrant Tea dan mengantarkannya ke meja.

Dengan ditemani sang istri Gracia Damaris, pengelola kedai itu memperkenalkan dirinya dengan kata yang terbata-bata, bahwa ia bernama Betha Siarif, berusia 48 tahun, dan saat ini tengah mengidap stroke.

Gracia mengungkapkan suaminya tiba-tiba terserang stroke lima tahun lalu, tepatnya pada 21 Agustus 2020, tepat lima hari sebelum Betha berulang tahun ke-43, di kantornya di PT Otto Pharmaceutical Industries di Lembang, Bandung Barat.

Di tengah kondisi pandemi COVID-19 dengan skema pembatasan kerja, Betha yang berposisi sebagai asisten manajer Purchasing bahan baku, pada hari itu dapat giliran kerja dan tiba-tiba terjatuh di luar kamar mandi pada jam-jam pulang kerja pukul 17.00 WIB.

"Saat itu saya dapat kabar dari teman kerja suami, bahwa dia sakit dan terjatuh di kamar mandi dan saya langsung diminta ke RS Borromeus Bandung karena Betha sudah langsung dibawa ke sana," kata Gracia.

Di rumah sakit, Betha yang masih dalam keadaan koma diinformasikan terserang stroke, karena pecah pembuluh darah di otak kirinya.

Namun, dijelaskan Gracia, dokter belum bisa melakukan tindakan operasi karena tingkat rembesan darah di otak Betha masih berada pada 25 CC (di bawah batas 40 CC untuk dioperasi) sehingga dicoba untuk terapi obat, selain juga pihak rumah sakit tidak bisa melakukan pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging) karena Betha selalu menglami cegukkan.

Seiring koma-nya, ternyata terapi obat yang diberikan rumah sakit tidak bisa terserap oleh tubuh Betha, dan rembesan darah di otaknya melonjak tiba-tiba sampai 60 cc, hingga dilakukan tindakan operasi cito (darurat) craniotomy karena keadaannya telah mengancam jiwa.

Setelah 22 hari, termasuk koma sekitar 10 hari, Betha akhirnya diperbolehkan pulang sekitar September 2020 dengan tubuh bagian kanannya mati, kesulitan bicara akibat banyaknya syaraf yang rusak, bahkan sempat tidak mengingat istri dan kedua anaknya.

"Pi-kun," ucap Betha terbata-bata.

Gracia mengatakan kondisi Betha akibat stroke itu sangat berat yang mengharuskannya istirahat total setelah menjalani pengobatan di rumah sakit, ditambah dia juga sempat kehilangan ingatan, hingga terserang Afasia atau gangguan bahasa yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berkomunikasi, yang disebutnya berbicara seperti tokoh "Minion" dalam film animasi.

Untuk mengatasi kendala komunikasi, dengan bantuan anak sulungnya yang berbakat dalam gambar, keluarga tersebut membuat semacam papan yang berisi gambar toilet atau peralatan lainnya di rumah, guna memudahkan Betha untuk berkomunikasi ketika akan melakukan sesuatu.

Terpuruk dan Nerimo

Sebulan menjalani pengobatan dengan berbagai terapi di kediamannya, Betha akhirnya bisa mengingat keluarganya, dan perlahan mulai bisa berbicara walau secara terbatas dan masih mengandalkan bahasa tubuh.

Betha terus melanjutkan terapinya dan cukup menunjukkan perkembangan. Pada Juli 2020, Gracia bertanya kepada perusahaan tempat sang suami bekerja terkait kemungkinan Betha untuk masuk kerja kembali, yang akhirnya diterima. Gracia pun mengantar dan menunggu Betha setiap hari di tempat kerja, sampai pulang ke rumah.

Pada Desember 2020, di tengah aktivitas menunggu Betha di parkiran Otto Pharmaceutical Industries sambil mengerjakan pekerjaannya membantu audit perusahaan rumahan milik saudaranya, Gracia dipanggil oleh bagian HRD perusahaan untuk dikonfirmasi kondisi terkini suaminya saat itu.

"Di situ langsung saya kepikiran yang terburuk. Ke kantor saya bilang kondisinya sekitar 60-65 persen, dan pihak kantor memutuskan tidak bisa melanjutkan untuk mempekerjakan Betha lebih lanjut. Dan jeger, perasaan saya campur aduk mendapat kabar itu," kata Gracia.

Mendapatkan kabar bahwa suaminya terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), perasaan Gracia campur aduk, pasalnya bagaimanapun sang suami adalah tulang punggung keluarga sementara kebutuhan keluarga seperti sekolah anak-anak, sampai makan dan operasional sehari-hari, tetap harus berjalan dan tidak bisa ditanggulangi oleh dirinya sendiri sebagai auditor perusahaan saudaranya.

Sementara itu, kondisi Betha sendiri walau mengalami perkembangan, masih belum stabil bahkan sempat kambuh dan kejang-kejang di rumah pada Januari 2021 yang membuat Gracia harus menemani sang suami di rumah secara penuh.

Untuk mengakali keadaan itu, keluarga tersebut memutuskan pindah ke rumah orang tua Gracia di kawasan Sekeloa, sementara rumahnya dikontrakkan untuk pemasukan keluarga. Kemudian anak-anaknya yang saat itu bersekolah di Sekolah Bina Bakti (SD dan SMP), dipindahkan dari program nasional plus ke program reguler karena alasan keuangan.

Seiring kondisinya yang mulai stabil setelah dua tahun sejak terserang stroke pada akhir tahun 2022, dengan didorong semangat untuk bangkit dari keterpurukan, Betha ditemani istrinya mencari-cari berbagai kegiatan pelatihan guna mengembangkan diri dan mencari kesempatan lain.

Pasangan ini lalu mengikuti pelatihan pembudidayaan tumbuhan Biofarmaka dari BBVP BLK Lembang Bandung Barat pada awal 2023. Kegiatan pelatihan sebagian besar di asrama dan praktik di perkebunan selama tiga pekan seperti mencangkul, menyemai, hingga menanam tumbuhan obat-obatan. Dari pelatihan ini, Betha dan istri memperoleh sertifikat kemampuan sebagai pembudidaya tanaman obat.

Dalam pelatihan yang tidak dikhususkan untuk kaum disabilitas tersebut, pasangan ini seakan tercerahkan bahwa Betha yang memiliki keterbatasan, ternyata bisa berbuat sesuatu, hingga keduanya memutuskan untuk mencari pelatihan lainnya dan kali ini mencoba untuk yang khusus disabilitas, mulai yang digelar secara daring sampai yang luring termasuk dari Kemenkomdigi.

Perjalanan tersebut, akhirnya membawa pasangan ini bertemu lembaga nirlaba Alunjiva yang mengkhususkan diri mengadvokasi dan membantu pemberdayaan kaum disabilitas, hingga mempertemukan mereka dengan program kemitraan Seraya yang didukung CIMB Niaga.

Pasangan ini ikut program yang berasal dari penggabungan kata Setara dan Berdaya tersebut, karena memang mereka berminat dan berkemauan untuk membuka usaha kuliner dan kebetulan memiliki tempat cukup luas di rumah orang tuanya.

Di tahun 2023 itu, Betha dengan ditemani istrinya mulai mengikuti pelatihan program Kemitraan Seraya yang ternyata diikuti 150 peserta dari seluruh Indonesia. Ada kurasi di tiap pelatihan dan tes, yang diberikan bagi para peserta.

"Tadinya 150 dari seluruh Indonesia dikasih pelatihan dan tugas, terus jadi 50, 15, sampai akhirnya jadi lima peserta, dan lima ini berkesempatan lanjut latihan ke Jakarta. Bersyukur Betha menjadi salah satunya," kata Gracia.

Di Jakarta, Betha dan peserta lainnya melanjutkan pelatihan di Kopi Sunyi yang merupakan kafe dengan barista yang memiliki keterbatasan pendengaran (tuna rungu), untuk mendapatkan pengetahuan seputar pembuatan kopi dan menjalankan bisnis kopi.

Setelah dilatih dan diberikan ujian, kelima peserta itu disuruh pulang dan diminta membuat dan mengirimkan proposal bisnis kopi yang akan mereka jalankan lewat Kemitraan Seraya ini, yang kemudian dipresentasikan pada Januari 2024 secara daring.

Pada Mei 2024, Betha dan Gracia dikabari bahwa mereka terpilih untuk menjadi mitra, dengan mendapat bantuan berupa stall booth, peralatan pertama pembuatan minuman, bubuk minuman, hingga sepaket meja dan kursi cafe sederhana sebagai modal awal.

Dari situ, berdirilah kafe bernama "Seraya Kuliner Dago" di kawasan Sekeloa pada 15 Mei 2024 dengan tagline Homey Cafe: Run by Disabilities, Welcoming Everyone.

Diakui Gracia, selama setahun berjalan, kafe tersebut belumlah menjadi pemasukan yang signifikan untuk menjadi sumber pendapatan keluarga mengingat lokasinya juga berada di jalan buntu.

Meski demikian, Gracia merasa kafe yang memfungsikan garasi rumah ini memberi keluarga tersebut sesuatu yang berharga, yaitu kesempatan. Yakni, kesempatan untuk berhubungan dengan berbagai pihak, kesempatan untuk bersosialisasi dengan masyarakat termasuk kaum disabilitas lainnya, dan yang terbesar adalah kesempatan bagi Betha untuk mengembalikan kepercayaan dirinya dan membuka matanya bahwa dengan keterbatasan tetap ada yang bisa dilakukan untuk mengisi fungsi sosialnya.

Terbukti, selama berdiri, kafe yang dikelola Betha dengan Gracia, kerap kali dilibatkan dalam berbagai ajang pameran baik dari kementerian, pemerintah daerah, dan dari pihak CIMB Niaga. CIMB Niaga juga terus memberikan pendampingan dan dukungan bahkan permodalan tambahan, seperti untuk pembangunan kanopi di area garasi kediaman Betha.

"Saya senangnya dari ini, adalah kesempatannya baik untuk Betha di mana dia sekarang lebih nerimo (menerima) hatinya atas keadaan, dan juga untuk keluarga. Harapannya kafe ini ke depan bisa menjadi tempat rujukan untuk kumpulnya para penyintas stroke, kelompok-kelompok disabilitas lain bahkan dari pihak-pihak yang membantu," ucap Gracia menambahkan.

Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |